Budaya
Opini

Visualisasi Makna: Kode dan Isyarat Gambar dalam Diskursus Filsafat dan Irfan



Syamsir Nadjmuddin  dengan gambar kode irfan karya HA Sahabuddin Rahim, tokoh Jam'iyah Ahluth Thariqah Al Mutabarah Khalwatiyah Samman Turikale Maros. Credit: Syamsir Nadjamuddin.
Syamsir Nadjmuddin dengan gambar kode irfan karya HA Sahabuddin Rahim, tokoh Jam'iyah Ahluth Thariqah Al Mutabarah Khalwatiyah Samman Turikale Maros. Credit: Syamsir Nadjamuddin.


Penafsiran Gambar Menurut Imam Khomeini

Imam Khomeini seorang filsuf, arif, dan pemimpin revolusi Islam Iran menjelaskan melalui pendekatan irfan falsafi (tasawuf filosofis) yang ia warisi dari tradisi Mulla Shadra dan Ibnu Arabi.

Berikut adalah penjelasan tafsir gambar berdasarkan pendekatan filsafat dan irfan Imam Khomeini:

1. Pusat sebagai Hakikat Insaniyah (al-Haqiqah al-Insaniyyah)

Bagi Imam Khomeini, manusia bukan sekadar makhluk lahiriah, melainkan memiliki hakikat ruhani yang menjadi cermin Tuhan.

Segitiga dalam lingkaran di tengah dapat ditafsirkan sebagai simbol hakikat insan kamil (manusia sempurna) yang menjadi titik pertemuan tiga dimensi: jasad, ruh, dan akal—dan lingkarannya sebagai kesempurnaan eksistensial.

Gambar ini mengingatkan pada posisi qalb (hati) yang menjadi pusat tajalli Ilahi, sebagaimana dalam sabda Qudsi:

“Tidak cukup Aku dalam langit dan bumi-Ku, tetapi cukup Aku dalam hati hamba-Ku yang beriman.”

2. Lapisan dan Simetri: Suluk Ruhani dan Kesucian Jiwa

Imam Khomeini menekankan pentingnya tazkiyah al-nafs (penyucian jiwa) sebagai jalan menuju Tuhan. Lapisan-lapisan pada gambar menyerupai perjalanan suluk:

Dari lingkaran luar (alam dunia) ke dalam (alam ruh).

Goresan-goresan berlapis menunjukkan maqamat (tingkatan suluk)—taubat, wara’, zuhud, sabar, tawakal, ridha, hingga fana’.

Gambar menyerupai tata kosmos batin, mencerminkan perjuangan menuju titik kesatuan (tauhid af’ali, sifati, dan dzati).

3. Empat Lingkaran Penjuru: Dimensi Wujud dan Keberadaan Sosial

Dalam filsafat dan irfan Imam Khomeini, manusia tidak hanya eksis secara spiritual tapi juga berinteraksi sosial dan kosmik. Empat lingkaran di sudut dapat ditafsirkan sebagai:

Simbol empat alam keberadaan: Mulk (materi), Malakut (ruh), Jabarut (akal), Lahut (Tuhan).

Atau sebagai simbol dimensi sosial-insani: keluarga, masyarakat, umat, dan makhluk lainnya—menandakan bahwa suluk tidak egoistik, tapi berakar dalam relasi sosial yang adil dan spiritual.

4. Mata dan Pandangan Ilahiyah (Basirah dan Musyahadah)

Gambar menyerupai mata, dan ini sangat kuat dalam irfan Imam Khomeini. Ia menulis dalam Adabus Salat bahwa shalat adalah “mikraj ruhani” di mana mukmin menatap Tuhannya dengan bashirah.

“Mata” dalam gambar adalah simbol pandangan Ilahiyah.

Seorang arif sejati, kata beliau, melihat Tuhan dalam segala sesuatu, bukan melalui penglihatan fisik, tapi lewat cahaya musyahadah batin.

Gambar ini adalah manifestasi simbolik dari perjalanan ruhani seorang hamba menuju puncak tauhid, di mana hati menjadi pusat tajalli, dan segala penjuru keberadaan mengarah pada wujud-Nya. Dalam pandangan Imam Khomeini, ini bukan hanya struktur metafisik, tapi juga peta perjuangan jiwa dan masyarakat menuju keadilan dan kesucian.

Tafsir Gambar Menurut Murtadha Mutahhari

1. Hakikat Manusia dan Dimensi Eksistensial

Menurut Mutahhari, manusia terdiri dari dimensi jasmani dan ruhani, tetapi yang menjadikannya istimewa adalah kapasitas kesempurnaan spiritual dan intelektual. Gambar itu dapat ditafsirkan sebagai:

Pusat (segitiga dalam lingkaran): simbol akal dan fitrah manusia yang tertanam dalam potensi spiritualnya untuk menyadari Tuhan.

Lapisan sekitarnya: tingkatan eksistensial manusia—nafs ammarah (jiwa yang memerintah), nafs lawwamah (jiwa yang mencela), hingga nafs mutma’innah (jiwa yang tenang), sesuai dengan perjalanan batin manusia menuju kesempurnaan.

“Manusia bukan hanya mengetahui, tetapi dapat menjadi ‘pengetahuan itu sendiri’ jika ia merealisasikan potensi fitrinya,” — Murtadha Mutahhari

2. Keterpaduan Filsafat dan Irfan

Mutahhari adalah pembela harmonisasi antara akal (falsafah) dan rasa batin (irfan). Gambar itu menyiratkan keteraturan simetris—dimana bentuk geometris dan hubungan antar titik mencerminkan struktur kosmos spiritual dan intelektual.

Garis-garis penghubung antar penjuru menandakan keterhubungan antara rasio, intuisi, pengalaman, dan wahyu.

Dalam kerangka Mutahhari, ini mencerminkan manusia sebagai mikrokosmos, yang cerminannya menjelaskan Tuhan sebagai makrokosmos.

3. Dimensi Sosial-Tuhan

Mutahhari menekankan bahwa manusia tidak bisa mencapai kesempurnaan hanya secara individu, melainkan juga melalui keadilan sosial dan interaksi kemanusiaan yang berlandaskan tauhid.

Empat penjuru luar pada gambar dapat ditafsirkan sebagai: akhlak, masyarakat, ibadah, dan ilmu—empat pilar yang harus diarahkan ke pusat, yaitu tauhid.

Artinya, setiap aspek kehidupan manusia harus berporos pada nilai-nilai Ilahiyah.

4. Tauhid Sebagai Poros Simetri

Mutahhari dalam Tauhid menjelaskan bahwa seluruh eksistensi memiliki satu pusat hakiki, yaitu Tauhid (keesaan Tuhan). Segala bentuk keharmonisan dalam semesta berasal dari prinsip ini.

Simetri dalam gambar itu adalah visualisasi tauhid dalam kosmos dan dalam diri manusia.

Ia berkata, “Tauhid bukan sekadar doktrin metafisik, tetapi asas kehidupan, ilmu, etika, bahkan revolusi.”

Dalam pemikiran Murtadha Mutahhari, gambar tersebut dapat dipahami sebagai ilustrasi simbolik dari eksistensi manusia yang multidimensional, dengan pusatnya adalah tauhid, dan lapisannya adalah aspek akal, jiwa, sosial, dan moral. Keselarasan antara semua itu adalah syarat untuk mencapai kesempurnaan insani.

Maka, gambar ini mencerminkan manusia sebagai makhluk Tuhan yang dibekali potensi untuk menempuh perjalanan spiritual dan sosial, dengan arah pulang menuju Allah (inna ila Rabbika raji’un).

*Penulis adalah ASN Kemenag Maros