UNHAS.TV - Pepaya (Carica papaya) dikenal luas sebagai buah tropis yang lezat dan sarat manfaat. Kandungan seratnya tinggi, enzim papainnya membantu pencernaan, dan vitamin C-nya menyokong sistem imun tubuh.
Namun, tak semua tubuh bersahabat dengan buah berwarna jingga ini. Di balik manfaatnya yang melimpah, terdapat risiko kesehatan tertentu bagi kelompok rentan yang mengonsumsinya.
“Pepaya memang kaya vitamin dan mineral seperti vitamin A dan C serta antioksidan. Tapi bagi sebagian orang, terutama ibu hamil, penderita diare, batu ginjal, hingga diabetes, konsumsi pepaya perlu dibatasi,” ungkap Safrullah Amir, dosen Ilmu Gizi dari Universitas Hasanuddin.
Salah satu komponen utama dalam pepaya adalah enzim papain. Enzim ini sangat membantu proses pencernaan protein, namun juga bersifat kontraktif terhadap otot polos, termasuk rahim.
Menurut Safrullah, konsumsi pepaya mentah oleh ibu hamil dapat merangsang kontraksi dini yang bisa meningkatkan risiko keguguran, khususnya pada trimester pertama.
“Papain bisa menyerupai prostaglandin dan oksitosin, yang keduanya terlibat dalam pemicu kontraksi rahim. Itu sebabnya pepaya mentah sangat tidak dianjurkan bagi ibu hamil,” jelasnya.
Selain itu, kandungan serat dan air yang tinggi pada pepaya membuat buah ini kurang cocok dikonsumsi oleh penderita diare.
Dalam kondisi usus yang sedang terganggu, serat justru dapat mempercepat laju pergerakan makanan dalam saluran cerna. Akibatnya, nutrisi yang dibutuhkan tubuh tidak dapat diserap secara optimal.
“Kalau sedang diare, konsumsi pepaya bisa memperburuk kondisi karena transit makanan di usus jadi terlalu cepat. Gizi tidak terserap dan tubuh malah kekurangan nutrisi,” tambah Safrullah.
Masalah lainnya muncul bagi penderita batu ginjal. Kandungan vitamin C yang tinggi dalam pepaya, jika dikonsumsi berlebihan, dapat diubah tubuh menjadi oksalat, yang kemudian membentuk kristal batu ginjal jenis kalsium oksalat.
Penelitian dalam Urology Journal (2019) mencatat bahwa asupan vitamin C tinggi berhubungan dengan peningkatan risiko batu ginjal, terutama pada laki-laki.
Tak hanya itu, pepaya juga mengandung glikosida siogenik, senyawa yang dalam sistem pencernaan dapat menghasilkan hidrogen sianida dalam kadar sangat kecil.
“Memang kadarnya tidak membahayakan, tapi pada penderita gangguan irama jantung atau aritmia, senyawa ini bisa memperburuk gejala,” kata Safrullah.
Penderita diabetes pun tak lepas dari peringatan. Meski memiliki indeks glikemik rendah, pepaya tetap mengandung gula alami yang, jika dikonsumsi berlebihan, dapat meningkatkan kadar glukosa dalam darah.
Terlebih karena teksturnya yang lembut dan rasanya manis, pepaya sering kali dikonsumsi dalam jumlah besar tanpa sadar.
“Penderita diabetes tetap harus mengontrol porsi. Jangan karena buah dianggap sehat, lalu dikonsumsi sebanyak-banyaknya,” ujar Safrullah.
Namun demikian, bukan berarti pepaya harus dihindari sepenuhnya. Buah ini tetap membawa manfaat besar jika dikonsumsi dengan bijak dan sesuai kondisi tubuh masing-masing.
Kandungan likopen dalam pepaya, misalnya, memiliki efek antioksidan kuat yang baik bagi kesehatan jantung dan kulit.
Studi dalam Journal of Nutrition (2020) menunjukkan bahwa konsumsi pepaya secara rutin dalam jumlah sedang dapat menurunkan risiko peradangan kronis dan memperkuat sistem imun.
Di akhir wawancara, Safrullah menyampaikan imbauan penting. “Meski pepaya punya banyak manfaat, tetap harus berhati-hati. Tidak semua orang cocok, dan perlu disesuaikan dengan kondisi kesehatan masing-masing.”
Buah tropis ini memang memikat dengan segala manfaatnya. Tapi seperti halnya obat, bahkan yang alami sekalipun, pepaya perlu dikonsumsi dengan pemahaman. Karena kesehatan bukan hanya soal apa yang dikonsumsi, tapi juga siapa yang mengonsumsinya.
(Zulkarnain / Unhas.TV)