Budaya
Hiburan

Ada FILSAFAT di Balik “Avatar: The Last Airbender”

Avatar Aang

Gambaran tentang tanah kuno yang harmonis ini memiliki banyak kesamaan dengan mitos Shambala, sebuah lembah yang konon ada di wilayah terpencil di Tibet. Di sini, setiap orang hidup dalam harmoni dalam masyarakat beragama yang sempurna.

Aang, sang tokoh utama, memiliki seorang guru yang paling dekat dengan seorang ayah, seorang biksu tua bernama Gyatso. Dalam bahasa Tibet, Gyatso berarti “Laut” dan merupakan nama belakang Dalai Lama saat ini, Tenzin Gyatso.

Kita bisa menyaksikan bagaimana ajaran Buddha ditampilkan dalam serial ini. Mulai dari bagaimana membuka cakra, hidup vegetarian, konsep samsara dan pelepasan duniawi, hingga bagaimana dilema dihadapi Aang. Dia tidak ingin membunuh Raja Api Ozai sebab ajaran Buddha melarangnya.

Serial ini mencapai konklusi, Aang menyalurkan kekuatan spiritualnya dan dalam pertempuran seru terakhir. Dia berhasil menghilangkan kekuatan pengendalian api dan menaklukkannya tanpa membunuhnya.

Ini adalah pesan yang jelas. Bahwa seseorang yang hina seperti Ozai tetap salah jika dia dihancurkan secara spiritual. Dia harus mendapatkan pengampunan dan kesempatan kedua. Hal ini sejalan dengan cita-cita Budha dan Hindu tentang ahimsa, atau nir-kekerasan.

Baik versi kartun maupun live action, tokoh favorit saya adalah Paman Iroh. Dia sosok dari Negara Api yang paling bijak. Dia melampaui semua batasan sosiologis, dan melihat semua orang dalam satu semesta.

Salah satu kutipannya yang saya sukai adalah: "Perfection And Power Are Overrated. I Think You Are Very Wise To Choose Happiness And Love."