Unhas Figure
Unhas Sehat

Ardiansyah S Pawinru dan Keseimbangan Dokter-Aktivis




Ia percaya bahwa kampus, seberapa pun lengkap fasilitasnya, tidak akan pernah cukup untuk membentuk pribadi yang utuh jika hanya berputar di ruang kelas. Justru di luar ruang kuliah—di meja rapat organisasi, di panggung orasi, dalam ketegangan menyusun program kerja atau menghadapi kegagalan baksos—karakter seseorang diuji dan dibentuk.

“Di organisasi, kita belajar menghadapi perbedaan, menerima kritik, menunda ego, dan tetap bekerja walau tidak dilihat,” ujarnya. 

Di sana, kata Ardi, seseorang akan belajar bahwa hasil baik tidak selalu datang dari kerja keras individu, melainkan dari kolaborasi dan kepemimpinan yang sabar. 

Itulah sebabnya ia selalu mendorong mahasiswanya untuk tidak hanya fokus pada indeks prestasi, tapi juga pada indeks kepedulian. “Karena ilmu tanpa empati adalah kekeringan. Tapi kepedulian tanpa pengetahuan juga rapuh. Organisasi itu jembatan keduanya,” tuturnya.

Regenerasi dan Harapan

Kini, Ardi fokus pada regenerasi dan kebijakan. Setelah melewati masa-masa advokasi di akar rumput dan pengalaman langsung di ruang klinik serta akademik, ia menyadari bahwa perubahan yang benar-benar berdampak harus masuk ke jantung pengambilan keputusan. 

Ia ingin PDGI—bukan hanya sebagai organisasi profesi, tetapi sebagai representasi etis dan ilmiah dari dunia kedokteran gigi—bertransformasi menjadi kekuatan strategis. Bukan hanya memberi tanggapan, tapi terlibat sejak awal dalam desain kebijakan publik.

“Organisasi profesi tak boleh hanya bersuara saat sudah disakiti,” katanya tegas. “Kita harus ada di ruangan sebelum keputusan dibuat.” Ia membayangkan PDGI yang bukan sekadar mengurus surat izin praktik, tapi juga mengajukan usulan anggaran, menyusun peta kebutuhan tenaga kesehatan, dan ikut menyusun desain layanan publik berbasis bukti dan kepentingan rakyat.

Ia percaya regenerasi pemimpin adalah kunci. “Kami harus melahirkan lebih banyak pemimpin muda di dunia kebijakan. Di DPR, di kementerian, bahkan di lembaga asuransi,” ujarnya. 

Ardi ingin melihat lebih banyak dokter gigi duduk sebagai anggota parlemen, direktur BPJS, atau penasihat teknis di Kementerian Kesehatan. Bukan karena gengsi profesi, melainkan karena merekalah yang paling paham kompleksitas layanan dasar yang sering kali luput dari radar politik.

Ia berharap, kelak, PDGI bukan hanya dikenang karena jasanya dalam pendidikan profesi, tapi karena keberaniannya memperjuangkan keberlanjutan sistem kesehatan nasional. 

Ia membuktikan bahwa menjadi dokter bukan berarti menghindar dari hiruk-pikuk masyarakat. Justru, dari balik masker medis dan jas putihnya, Ardiansyah S Pawinru sedang mengukir bentuk lain dari pengabdian—yang tak hanya meluruskan gigi, tapi juga mengarahkan arah kebijakan dan suara nurani profesi.