MAKASSAR, UNHAS.TV - Banjir yang melanda sejumlah wilayah di Sumatera pada akhir November 2025 diduga kuat dipengaruhi oleh perubahan kondisi hutan di daerah hulu.
Akademisi Fakultas Kehutanan Universitas Hasanuddin (Unhas) menilai banyaknya potongan kayu yang terbawa arus saat banjir mengindikasikan adanya aktivitas penebangan pohon di kawasan hutan tersebut.
Bencana banjir dan longsor yang melanda wilayah Aceh, Sumatera Barat, dan Sumatera Utara itu tercatat terjadi di 34 titik. Data penanganan bencana menyebutkan lebih dari 800 jiwa terdampak, dengan kerusakan meluas pada permukiman hingga infrastruktur.
Dosen Fakultas Kehutanan Unhas Andang Suryana Soma SHut MP PhD menjelaskan bahwa penyebab banjir tak hanya dipicu cuaca ekstrem, tetapi juga perubahan area tutupan lahan.
Menurutnya, temuan potongan kayu yang hanyut menjadi indikator terjadinya konversi hutan di daerah hulu.
“Bisa saja kemungkinan soal potongan kayu itu, tapi butuh investigasi lebih panjang. Pasti ada kontribusinya. Ketika pohon ditebang, infiltrasi air ke tanah berkurang.
"Air yang seharusnya masuk ke tanah jadi mengalir di permukaan, dan inilah yang menjadi cikal bakal banjir,” ujar Kepala Laboratorium Pengelolaan Daerah Aliran Sungai Fakultas Kehutanan Unhas tersebut.
Andang memaparkan dua faktor utama yang memicu banjir dan tanah longsor kali ini. Pertama, intensitas hujan yang sangat tinggi akibat terbentuknya typhoon yang menarik uap air dari Samudera Hindia.
Kemudian topan itu mengarahkan hujan lebat ke wilayah sekitar Sibolga. Kondisi meteorologis tersebut memperburuk kapasitas daya tampung sungai dan tanah di kawasan terdampak.
Faktor kedua adalah perubahan tutupan lahan secara signifikan di kawasan hulu. Berdasarkan data Global Forest Watch tahun 2024, sekitar 1.400 hektare hutan di wilayah tersebut telah beralih fungsi menjadi lahan terbuka.
Hilangnya vegetasi hutan membuat air hujan tidak lagi terserap optimal ke dalam tanah, sehingga meningkatkan aliran permukaan yang langsung menuju sungai.
Lebih lanjut, Andang menegaskan bahwa menjaga kelestarian hutan hulu menjadi langkah mutlak dalam mengurangi risiko banjir di masa mendatang.
“Curah hujan terbesar selalu terjadi di hulu, sehingga hutannya jangan ditebang. Biarkan menjalankan fungsinya untuk menyimpan air dan menjaga kestabilan aliran sungai,” ujarnya.
Hingga 5 Desember 2025, data sementara melaporkan jumlah korban meninggal dunia mencapai 863 jiwa, sementara ratusan ribu kepala keluarga tercatat terdampak langsung oleh bencana tersebut.
Upaya penanganan darurat dan pemulihan masih terus dilakukan oleh pemerintah daerah bersama sejumlah lembaga kemanusiaan.
(Nitrawana / Risnawati Suardi / Unhas TV)
Dosen Fakultas Kehutanan Unhas Andang Suryana Soma SHut MP PhD saat memberikan penjelasan mengenai banjir Sumatera di program podcast Unhas Speak Up, Rabu, 3 Desember 2025. (dok unhas tv)
-300x200.webp)






-300x170.webp)
