MAKASSAR, UNHAS.TV - Sebuah buku sejarah berjudul Makassar Mendunia: Entrepot Rempah dalam Jaringan Maritim Nusantara Abad XVI–XVII segera diterbitkan. Buku ini mengungkapkan peran penting penguasa Makassar dalam membangun kota pelabuhan internasional pada abad ke-16 hingga ke-17.
Sejarawan Abd Rahman Hamid, alumni program doktor Universitas Indonesia yang menempuh pendidikan magister di Universitas Hasanuddin, dan pendidikan sarjana di Universitas Negeri Makassar (UNM), menjelaskan bahwa buku ini menyoroti kecemerlangan penguasa Makassar dalam merespons dinamika perdagangan global.
“Makassar saat itu menerapkan kebijakan pelabuhan bebas dan menjunjung tinggi prinsip mare liberum atau kebebasan berlayar. Hal ini yang menarik banyak pelaut dan pedagang asing datang,” ujarnya, Sabtu (16/8/2025).
Menurut Abd Rahman, semangat kebebasan itu terekam dalam pernyataan Sultan Alauddin pada 1616, yang menegaskan bahwa laut diberikan untuk semua manusia dan tak seorang pun berhak melarang pelayaran. “Inilah yang membuat Makassar tumbuh menjadi kota pelabuhan dunia, sejajar dengan pusat perdagangan internasional lainnya,” kata dia.
Buku ini juga menampilkan sosok Karaeng Pattingalloang, raja yang dikenal terpelajar, serta Ammana Gappa, penyusun hukum pelayaran dan perniagaan. Kedua tokoh itu menjadi simbol kebesaran Makassar pada masa yang disebut penulis sebagai “Abad Makassar”.
“Selain menata perdagangan, para penguasa Makassar juga cerdas memanfaatkan kekuatan asing untuk memajukan negerinya. Itu menunjukkan kapasitas politik dan visi global yang luar biasa,” tambah Abd Rahman.

Penerbitan buku Makassar Mendunia diharapkan memberi perspektif baru tentang peran Makassar dalam sejarah jalur rempah Nusantara, sekaligus mempertegas posisi kota ini sebagai salah satu simpul penting dalam sejarah Indonesia dan dunia.
Lebih dari sekadar narasi lokal, buku ini menempatkan Makassar dalam arus besar sejarah global, ketika perdagangan rempah menjadi perekat jaringan ekonomi lintas benua.
Menurut Abd Rahman, kehadiran buku ini penting karena memperlihatkan bagaimana Makassar bukan hanya menjadi pelabuhan strategis di kawasan timur Indonesia, tetapi juga memainkan peran dalam diplomasi dan interaksi peradaban.
“Makassar saat itu adalah kota kosmopolitan. Pedagang dari Eropa, Asia, hingga Timur Tengah singgah di sini, membawa barang, ide, dan kebudayaan,” jelasnya.
Dengan cara pandang itu, Makassar tidak semata diposisikan sebagai bagian dari sejarah regional, melainkan juga sebagai aktor utama dalam dinamika dunia maritim. “Ini mengingatkan kita bahwa sejarah Indonesia tidak hanya Jawa-sentris. Dari timur, Makassar memberikan kontribusi besar yang diakui dalam jaringan global abad ke-16 dan 17,” kata Abd Rahman.
Karena itu, Makassar Mendunia tidak hanya menjadi karya akademis, tetapi juga sebuah upaya meneguhkan identitas maritim bangsa. Di tengah kebangkitan kembali wacana jalur rempah dan geopolitik maritim kontemporer, buku ini menegaskan bahwa Makassar memiliki rekam jejak historis yang layak dirujuk untuk merumuskan arah masa depan.
Abd Rahman Hamid sendiri bukan nama baru dalam kajian sejarah maritim Nusantara. Ia menulis disertasi tentang Jaringan Maritim Mandar pada Abad ke-20, sebuah karya yang menyoroti peran penting Mandar dalam jaringan dagang dan politik maritim.
Selain itu, ia juga menulis sejumlah penelitian tentang Kesultanan Buton dan tradisi maritimnya. Latar belakang ini membuatnya konsisten menekuni tema sejarah maritim timur Indonesia, dengan menempatkan kawasan seperti Makassar, Mandar, dan Buton sebagai bagian integral dari sejarah global.