UNHAS.TV - Rabu pagi yang hening di Jeruk Purut, Jakarta Selatan, menjadi saksi duka mendalam. Derai air mata menyertai kepergian Ibrahim Sjarief Assegaf, suami dari jurnalis terkemuka Najwa Shihab, yang wafat pada usia 54 tahun akibat stroke hemoragik.
Ia menghembuskan napas terakhir di Rumah Sakit Pusat Otak Nasional (RS PON), dan dimakamkan dengan prosesi khidmat di Tempat Pemakaman Umum Jeruk Purut pada 21 Mei 2025.
Ibrahim bukan sosok asing di dunia hukum. Lahir di Semarang tahun 1971, ia menyelesaikan studi Sarjana Hukum di Universitas Indonesia, kemudian melanjutkan pendidikan pascasarjana di University of Melbourne dengan beasiswa Australian Development Scholarship.
Sebagai Partner di firma hukum ternama Assegaf Hamzah & Partners, kiprahnya di dunia hukum Indonesia begitu diakui. Namun, di balik prestasi profesionalnya yang panjang, kabar kepergiannya mengingatkan kita akan sebuah kenyataan medis yang kerap luput dari perhatian: stroke hemoragik.
Musuh yang Tak Terlihat
Stroke hemoragik merupakan jenis stroke yang terjadi akibat pecahnya pembuluh darah di otak. Perdarahan ini bukan hanya mengganggu aliran darah, tapi juga menciptakan tekanan yang merusak jaringan otak di sekitarnya.
Kondisi ini sangat berbahaya dan tergolong darurat medis. Dalam banyak kasus, seperti yang dikutip dari Yale Medicine, stroke hemoragik lebih sering menyerang pria, dan risikonya meningkat tajam seiring bertambahnya usia, terutama di atas 65 tahun.
Namun, usia bukan satu-satunya faktor. Gaya hidup juga memainkan peran besar. Hipertensi atau tekanan darah tinggi adalah penyebab utama pecahnya pembuluh darah di otak.
Kebiasaan merokok, konsumsi alkohol berlebih, serta penggunaan obat pengencer darah memperbesar risiko. Beberapa kasus stroke hemoragik juga berkaitan dengan kondisi khusus seperti malformasi arteriovena (AVM)—kelainan bawaan yang menyebabkan pembuluh darah tumbuh tak normal di otak.
Komentar Pakar: "Time is Brain"
Dr. Ralph L. Sacco, mantan Presiden American Heart Association dan profesor neurologi dari University of Miami, pernah mengingatkan: "Stroke is a brain attack. When a stroke strikes, every second counts. The longer you wait, the more brain you lose."
Menurutnya, stroke hemoragik lebih mematikan daripada stroke iskemik karena melibatkan perdarahan aktif di otak yang menekan jaringan otak sekitarnya dalam waktu sangat cepat.
Sementara itu, Dr. Joanna Wardlaw, ahli neuroradiologi dari University of Edinburgh, menyatakan bahwa stroke hemoragik "often presents with a sudden and devastating onset. It can be hard to treat and even harder to predict, especially if risk factors are not managed consistently."
Komentar para pakar ini menekankan satu hal penting: deteksi dan respons cepat sangat krusial. Tanpa penanganan dalam hitungan menit hingga jam pertama, kerusakan otak bisa menjadi permanen—dan dalam banyak kasus, fatal.
Pelajaran yang Menyakitkan
Pada lansia, perdarahan otak juga bisa disebabkan oleh cerebral amyloid angiopathy (CAA), kondisi di mana protein amiloid menumpuk di dinding pembuluh darah otak. Penumpukan ini bisa memicu perdarahan mikro yang tanpa gejala, namun menumpuk risiko hingga suatu hari meledak menjadi stroke besar.
Kepergian Ibrahim Assegaf bukan hanya kehilangan pribadi bagi Najwa Shihab dan keluarga, tapi juga pengingat nasional akan pentingnya literasi kesehatan otak. Kita hidup dalam dunia serba cepat, tapi justru karena itulah kita harus belajar memperlambat, mendengarkan tubuh sendiri, dan tidak menyepelekan tekanan darah atau sakit kepala yang datang tiba-tiba.
***
Di rumah duka, Najwa Shihab menerima pelayat dengan ketegaran yang menyentuh. Banyak tokoh nasional datang bukan hanya untuk menyampaikan belasungkawa, tapi juga untuk merefleksikan makna dari kehilangan ini. Bahwa tak peduli setinggi apa pencapaian seseorang, kesehatan tetap pondasi paling dasar yang sering kita abaikan.
Semoga almarhum Ibrahim Sjarief Assegaf mendapat tempat terbaik di sisi-Nya. Dan semoga kepergian ini menjadi peringatan lembut bahwa otak kita, pusat kehidupan kita, tak pernah boleh diabaikan.