Ketika ditanya, Sofi memilih membuat konten sederhana namun sarat makna ketimbang visual estetik yang miskin pesan. “Visual itu pemancing, tapi inti konten ada di pesan yang sampai ke penonton,” ujarnya.
Itu sebabnya, meski memiliki skill editing, ia tak terlalu memusingkan efek atau transisi rumit. Yang penting, audiens menangkap maksudnya.
Baginya, view hanyalah bonus. “Dulu sih kesal kalau capek-capek bikin malah view-nya kecil. Tapi sekarang yang utama adalah pesan tersampaikan. Kalau view besar, alhamdulillah. Kalau kecil, nggak masalah,” katanya.
Kemampuannya sebagai MC dan moderator menjadi modal penting. Banyak brand yang melirik bukan hanya karena kualitas kontennya, tapi juga karena kefasihannya berbicara di depan publik. “Vokal dan pembawaan itu berperan banget dalam personal branding,” ujarnya.
Bagi Sofi, personal branding adalah wajah pertama yang dilihat orang—bahkan oleh mereka yang belum pernah bertemu secara langsung.
Ia kerap menasihati teman yang punya bakat tapi tak menampilkannya di media sosial. “Sayang banget kalau nggak di-show off. Bisa mulai dari posting di story, review produk tanpa nunjukin muka, atau upload hasil karya,” ujarnya.
Role Model dan Inspirasi
Sofi menyebut satu nama yang jadi inspirasinya: Vina Muliana, edukreator yang memberi tips karier untuk fresh graduate. “Dia juga lulusan Agribisnis. Jadi rasanya, ‘Oh, ternyata bisa sukses di jalur ini meski latar belakangnya sama kayak aku,’” kata Sofi.
Ia juga menekankan pentingnya menemukan passion. “Content creator itu luas. Ada yang fokus videografi, voice over, review produk, atau edukasi. Kalau sudah nemu yang disuka, bakal jalan terus meski tanpa dibayar,” katanya.
Selama berkarya, Sofi mengantongi banyak cerita. Ada momen lucu, seperti salah mention akun brand karena nama yang mirip, hingga dibalas DM oleh pihak yang salah tag.
“Malu banget,” ujarnya sambil tertawa. Ada pula pengalaman mengedit berkali-kali demi memenuhi revisi klien. Namun semua ia anggap bagian dari proses.
Kini, di tengah derasnya arus kreator baru, Sofi punya prinsip sederhana: konsisten, adaptif, dan jangan takut mulai meski peralatan terbatas. “Kalau nggak punya kamera bagus, pakai stok video gratis dan isi voice over. Yang penting kreatif,” ujarnya.
Tiga tahun sejak meminjam ponsel sahabatnya, Sofi kini berdiri di panggung digital dengan ribuan penonton setia. Dari Agribisnis ke konten kreatif, jalannya tak lurus, tapi setiap belokan memberinya cerita.
“Buatku, dunia digital itu seperti ladang yang kita tanam hari ini, hasilnya bisa kita panen nanti. Bedanya, tanamannya bukan padi, tapi ide,” katanya, menutup percakapan. (*)