Unhas Story

Dari Ampana ke Makassar, Raihan Ayudi Menjadi Duta Pendidikan Sulselbar 2025

UNHAS.TV - Di balik senyum tenang dan selempang bertuliskan Duta Pendidikan Sulawesi Selatan dan Barat (Sulselbar) 2025, nama Raihan Ayudi belakangan ini mulai dikenal publik.

Mahasiswa program studi Hukum Administrasi Negara Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin itu tidak hanya tampil sebagai sosok muda penuh gagasan, tetapi juga membawa cerita panjang tentang perjalanan, perjuangan, dan cita-cita.

Raihan lahir dan besar di Ampana, Kabupaten Tojo Una-Una, Sulawesi Tengah. Jarak rumahnya dengan Kota Makassar bukan hitungan jam singkat, melainkan sehari penuh perjalanan darat, bahkan lebih jika harus transit lewat Palu.

“Kalau naik mobil bisa 24 jam, kalau pesawat tetap harus transit dulu di Palu, lalu lanjut darat sekitar delapan jam,” tuturnya.

Perjalanan jauh itu justru tidak menyurutkan langkah Raihan untuk menimba ilmu di kampus merah, Universitas Hasanuddin.

Pada 2024, ia dinyatakan lolos jalur Seleksi Nasional Berbasis Prestasi (SNBP), langsung ke program studi pilihannya: Hukum Administrasi Negara.

“Kenapa memilih jurusan ini? Karena saya ingin melihat dua perspektif sekaligus: hukum dan politik. Dari situ saya bisa memahami bagaimana pelayanan publik dijalankan pemerintah,” jelasnya.

Pilihan itu sempat berbeda arah dengan keinginan orang tuanya. Ayah dan ibunya berharap Raihan masuk ke bidang kesehatan, bahkan menempatkan Farmasi Universitas Tadulako sebagai opsi kedua. Namun, takdir berkata lain. Raihan diterima di pilihan pertamanya—Unhas.

“Awalnya orang tua berharap saya di kesehatan, tapi mereka tetap mendukung penuh apa yang saya pilih. Prinsip mereka sederhana: kalian yang jalankan hidup, kami hanya mendukung,” katanya sambil tersenyum.

Perjalanan Raihan menuju Unhas ditandai prestasi gemilang di sekolah menengahnya, SMA Negeri 1 Ampana Kota. Lulusan 2024 ini terpilih sebagai alumni terbaik jurusan IPS. Baginya, menjaga nilai agar tetap stabil sejak kelas X hingga XII bukan perkara mudah.

“Strateginya sederhana tapi konsisten: manajemen waktu dan mengerjakan tugas dengan cara berbeda dari teman-teman. Saya selalu berusaha membuat sesuatu yang unik agar dinilai lebih,” ungkapnya.

Namun, SMA tidak melulu tentang akademik. Ia juga menghadapi tantangan klasik: pertemanan. Raihan memilih hanya berteman dengan lingkaran kecil yang benar-benar mendukung.

“Di SMA banyak pertemanan toksik, yang iri dengan pencapaian orang lain. Saya belajar mengendalikan diri: fokus ke yang bisa saya kontrol, yaitu diri sendiri,” katanya.

Prestasi itu membuatnya kerap jadi tempat bertanya adik-adik kelas yang ingin menapaki jejak serupa. Beberapa bahkan berkonsultasi langsung lewat media sosial. “Saya senang bisa membantu mereka, apalagi ketika ada yang akhirnya berhasil masuk Unhas juga,” ujarnya.

Menjadi Duta Pendidikan

>> Baca Selanjutnya