AMSTERDAM, UNHAS.TV - Akademisi Departemen Hubungan Internasional, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Universitas Hasanuddin (Unhas), Nur Isdah Idris, resmi meraih gelar doktor dalam bidang Antropologi dari University of Amsterdam, Belanda.
Ia mempertahankan disertasinya dalam ujian terbuka (PhD defense) yang digelar pada Rabu, 9 April 2025, pukul 10.00 waktu Amsterdam, bertempat di Agnietenkapel, salah satu ruang akademik bersejarah di kampus tersebut.
Disertasinya berjudul Politics and Experiences of Permanent Temporariness of Refugees in Indonesia. Penelitian ini mendalami pengalaman para pengungsi yang tinggal di Indonesia dalam situasi serba tidak pasti, terjebak dalam status sebagai pencari suaka tanpa kepastian waktu atau masa depan.
Promotor dalam ujian promosi doktor ini adalah Dr. G. Nooteboom dari University of Amsterdam, dengan copromotor Dr. L.G.H. Bakker.
Adapun tim penguji (PhD examining committee) terdiri dari para akademisi internasional terkemuka, antara lain Prof. Dr. C.M.A. Horst dari University of Oslo, Prof. Dr. E.M. Moyer, Prof. Dr. W.H.M. Leung, Dr. C.H. Harris dari University of Amsterdam, Dr. M.K. Janeja dari Universiteit Utrecht, serta Prof. Dr. T.N. Pudjiastuti dari Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Indonesia.
Menurut Ashry Sallatu, dosen Hubungan Internasional Unhas yang juga tengah menempuh program doktor di Amsterdam, penelitian Isdah memiliki kontribusi penting dalam kajian tentang pengungsi di Indonesia.
“Isdah memperkenalkan konsep Permanent Temporariness, yaitu kondisi yang awalnya bersifat sementara, namun dalam praktiknya menjadi berkepanjangan dan cenderung permanen. Ini mencerminkan realitas yang dihadapi pengungsi di Indonesia,” ujar Ashry.
Penelitian ini berangkat dari kenyataan bahwa Indonesia bukanlah negara tujuan akhir bagi sebagian besar pengungsi. Mereka datang ke Indonesia dengan harapan untuk transit sejenak sebelum pindah ke negara ketiga.
Namun, kebijakan pengelolaan pengungsi yang terbatas membuat mereka harus bertahan dalam ketidakpastian bertahun-tahun.
Isdah menggunakan empat kerangka teori utama untuk menjelaskan temuannya, yakni governmentality (bagaimana negara mengatur atau justru membiarkan pengungsi), securitization (bagaimana pengungsi sering dipandang sebagai ancaman), temporality (pengalaman menunggu dalam waktu yang tidak pasti), dan social capital (hubungan sosial yang dibangun pengungsi dengan masyarakat lokal).
Penelitian lapangan dilakukan secara etnografis di Kota Makassar pada periode 2017-2018. Makassar dipilih sebagai lokasi riset karena merupakan salah satu kota utama dalam pengelolaan pengungsi di Indonesia. Isdah melakukan wawancara mendalam dengan 132 informan, yang terdiri dari para pengungsi, aparat pemerintah, dan warga lokal.
Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa kebijakan pengelolaan pengungsi di Indonesia justru memperkuat status permanent temporariness. Para pengungsi hidup dalam penantian yang tidak menentu, tanpa jalur hukum yang jelas untuk integrasi atau pemukiman kembali.
Kondisi ini, menurut Isdah, berpotensi menciptakan ketegangan sosial antara pengungsi dan masyarakat lokal, sekaligus memperlihatkan kelemahan dalam tata kelola pengungsi di Indonesia.
Isdah merekomendasikan perlunya reformasi kebijakan pengelolaan pengungsi di Indonesia, terutama untuk menjamin perlindungan hak-hak pengungsi dan menciptakan sistem yang lebih berkelanjutan.
Ia menegaskan bahwa tanpa perubahan kebijakan yang signifikan, pengungsi maupun masyarakat lokal akan terus hidup dalam ketidakpastian dan rentan terhadap konflik sosial.
Dengan selesainya ujian promosi doktor ini, Isdah menutup perjalanan studinya yang telah berlangsung sejak tahun 2016. Ia kini menyandang gelar Doktor dari University of Amsterdam, menambah deretan akademisi Unhas yang berkiprah di kancah internasional.