MAKASSAR, UNHAS.TV - Debat perdana calon gubernur Sulawesi Selatan yang mempertemukan pasangan Andi Sudirman Sulaiman-Fatmawati Rusdi (Andalan) serta pasangan M Ramdhan Pomanto-Azhar Arsyad (DIA), telah berlangsung dengan berbagai dinamika dan antusiasme publik yang tinggi.
Sebagai ajang pendidikan politik, debat ini dimaksudkan membuka ruang bagi masyarakat memahami visi, misi, serta program yang diusung para calon dalam membangun Sulawesi Selatan setidaknya lima tahun ke depan.
Debat yang dipandu oleh tim panelis ini dirancang untuk mengupas isu-isu krusial yang relevan, mulai dari aspek sosial budaya, kemiskinan, kesehatan, pendidikan, isu perempuan, hingga perubahan iklim.
Kepala Pusat Penelitian Opini Publik LPPM Unhas, Dr Muhammad Iqbal Latief, yang menjadi panelis debat, memberikan pandangannya mengenai jalannya debat serta kualitas penyampaian kedua pasangan calon.
Dua pasangan calon yang tampil dalam debat ini memiliki pengalaman politik yang cukup mendalam.
"Satu calon pernah menjadi wali kota, satu lagi pernah menjabat sebagai wakil gubernur lalu menjadi pelaksana tugas gubernur. Ini memberi mereka perspektif yang berbeda dalam menanggapi isu-isu sosial," jelas Iqbal.
Menurutnya, salah satu calon fokus pada kesejahteraan masyarakat melalui upaya peningkatan ekonomi, sedangkan calon lainnya lebih condong pada aksesibilitas dan pembangunan infrastruktur. Masyarakat diharapkan mampu memilih pendekatan yang sesuai kebutuhan mereka.
Namun, Iqbal juga mengkritisi, "Sayangnya, kedua pasangan calon lebih menyoroti apa yang sudah mereka lakukan ketimbang rencana konkret yang akan mereka laksanakan jika terpilih."
Ia menilai masih ada ruang bagi para calon untuk menjelaskan secara lebih rinci langkah-langkah mereka dalam lima tahun ke depan.
Di era digital ini, media sosial memainkan peran penting dalam pembentukan persepsi publik terhadap calon. "Banyak yang memperhatikan perbedaan antara apa yang diucapkan calon dalam debat dengan isu-isu yang berkembang di media sosial," ujar Iqbal, mantan Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) Sulsel.
Selain itu, Ketua Socius Laboratory Departemen Sosiologi ini juga mencatat bahwa pada tema kebudayaan, pasangan calon DannyPomanto menekankan pentingnya menjaga kebudayaan sebagai salah satu identitas lokal Sulawesi Selatan.
Namun, gagasan ini tidak mendapat respon dari lawannya, Andi Sudirman, yang berpendapat bahwa budaya beriringan dengan pembangunan insfrastruktur.
Sementara itu, pada tema kemiskinan, Andi Sudirman menyebutkan bahwa angka kemiskinan di Sulawesi Selatan relatif rendah secara nasional, meski isu kemiskinan ekstrem tidak terlalu disentuh dalam pembahasan.
Iqbal juga menyebut bahwa visi, misi, dan program dari kedua calon belum sepenuhnya menjawab harapan publik. "Ada banyak isu penting yang belum dibahas secara mendalam," katanya, "seperti kemiskinan ekstrem, stunting, hingga pemberdayaan perempuan."
Harapan publik cukup besar bahwa calon gubernur dapat menawarkan solusi yang nyata dan relevan bagi masyarakat Sulawesi Selatan. Jika tidak dijelaskan lebih substansial, masyarakat mungkin akan kesulitan melihat relevansi visi dan misi calon dengan kondisi sehari-hari mereka.
Menghadapi debat selanjutnya, Iqbal menekankan pentingnya persiapan matang bagi kedua pasangan calon. "Bukan hanya kata-kata yang disampaikan, tetapi juga mimik wajah, bahasa tubuh, dan cara penyampaian mereka yang mampu mempengaruhi persepsi masyarakat," ujarnya.
Hal ini terutama penting karena pemilih muda, khususnya generasi Z, cenderung ingin mengetahui detail mengenai rekam jejak dan latar belakang calon.
Iqbal juga berharap masyarakat dapat menjadi pemilih yang cerdas dan menghindari praktik-praktik kotor seperti politik uang. "Jangan mudah tergoda dengan politik uang," tegasnya, "jadilah pemilih yang terpuji dan paham siapa yang dipilih."
Menurutnya, debat kandidat memiliki pengaruh yang cukup signifikan, dengan estimasi minimal 20% suara masyarakat bisa dipengaruhi melalui debat. "Kandidat harus gaspol, tidak boleh tampil datar-datar saja," pungkas Dr Iqbal.(*)
Rizka Fraja (Unhas TV)