Kesehatan

Dekan FKM Unhas Bawa Suara Lansia Indonesia ke Panggung Kesehatan Publik Asia Pasifik

Dekan FKM Unhas, Prof. Sukri Palutturi, saat memaparkan riset tentang kota ramah lansia dalam sesi presentasi ilmiah pada APACPH 2025 di Mae Fah Luang University, Chiang Rai, Thailand, 4–7 November 2025. Dekan FKM Unhas, Prof. Sukri Palutturi, saat memaparkan riset tentang kota ramah lansia dalam sesi presentasi ilmiah pada APACPH 2025 di Mae Fah Luang University, Chiang Rai, Thailand, 4–7 November 2025.

THAILAND, UNHAS.TV—Di sebuah ruang konferensi yang dipenuhi para ilmuwan dari berbagai negara, seorang akademisi dari Makassar berdiri bukan sekadar sebagai peneliti, tetapi sebagai pembawa pesan kemanusiaan. Ia datang membawa sesuatu yang lebih besar dari sekadar data: ia membawa harapan bagi para lansia, yang di banyak kota kian terpinggirkan oleh percepatan zaman.

Dialah Prof. Sukri Palutturi, SKM, M.Kes., MSc.PH, Ph.D., Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Hasanuddin, yang pada 4–7 November 2025 tampil sebagai salah satu pembicara di Asia-Pacific Academic Consortium for Public Health (APACPH)—forum kesehatan masyarakat terbesar di kawasan Asia Pasifik.

Di hadapan para pakar dari Jepang, Australia, Filipina, Korea, hingga Selandia Baru, Prof. Sukri menyampaikan hasil risetnya yang bertajuk:“From Disease Burden to Age-Friendly Cities: Developing Indicators for Healthy Ageing in Makassar, Indonesia.”

Namun yang sesungguhnya ia sampaikan bukan hanya hasil penelitian. Ia berbicara tentang masa depan manusia yang menua. Tentang kota-kota yang terus bertumbuh, sementara warganya yang lanjut usia perlahan kehilangan ruang aman untuk hidup, berjalan, didengar, dan dihargai.

Dekan FKM Unhas, Prof. Sukri Palutturi (kiri), bersama para peserta internasional di ajang APACPH 2025 yang digelar di Mae Fah Luang University, Chiang Rai, Thailand, 4–7 November 2025. Dalam forum kesehatan masyarakat terbesar di Asia Pasifik ini, Prof. Sukri mempresentasikan gagasannya tentang pengembangan kota ramah lansia di Makassar sebagai model kesehatan publik berbasis kemanusiaan.
Dekan FKM Unhas, Prof. Sukri Palutturi (kiri), bersama para peserta internasional di ajang APACPH 2025 yang digelar di Mae Fah Luang University, Chiang Rai, Thailand, 4–7 November 2025. Dalam forum kesehatan masyarakat terbesar di Asia Pasifik ini, Prof. Sukri mempresentasikan gagasannya tentang pengembangan kota ramah lansia di Makassar sebagai model kesehatan publik berbasis kemanusiaan.


Ketika Kota Modern Tak Lagi Ramah untuk Rambut yang Memutih

Prof. Sukri menggambarkan kenyataan yang sering tak terlihat: kota yang dibangun untuk bergerak cepat kerap melupakan mereka yang langkahnya melambat.

“Lansia bukan beban, mereka adalah sejarah yang masih hidup,” ujarnya lirih, disambut hening penuh perhatian.

“Maka kota yang baik bukan hanya kota yang megah, tapi kota yang membuat warganya tetap merasa manusia—di usia berapa pun.”

Ia menegaskan bahwa Makassar memiliki peluang besar untuk menjadi kota ramah lansia, bukan hanya karena infrastrukturnya yang terus berkembang, tetapi karena potensi kolaborasi kebijakan, komunitas, dan inovasi sosial yang telah tumbuh dari bawah.

Riset yang ia bawa bukan sekadar akademik. Itu adalah peta awal untuk membangun kota yang membuat lansia bisa berjalan tanpa takut jatuh, bisa duduk tanpa diusir waktu, bisa sehat tanpa menunggu sakit, dan bisa hidup tanpa merasa dilupakan.

Dekan FKM Unhas, Prof. Sukri Palutturi, saat menghadiri APACPH 2025 di Mae Fah Luang University, Chiang Rai, Thailand, di mana ia mempresentasikan gagasan kota ramah lansia untuk Makassar.
Dekan FKM Unhas, Prof. Sukri Palutturi, saat menghadiri APACPH 2025 di Mae Fah Luang University, Chiang Rai, Thailand, di mana ia mempresentasikan gagasan kota ramah lansia untuk Makassar.


Dari Makassar ke Dunia: Suara yang Tidak Ingin Menjadi Sunyi

Dalam forum internasional itu, nama FKM Unhas tercatat bukan sebagai kampus yang sekadar mengirim delegasi, melainkan sebagai institusi yang membawa gagasan baru: bahwa masa depan kesehatan publik tidak hanya soal mencegah kematian, tetapi juga merawat martabat kehidupan.

APACPH 2025 mengusung tema besar “Public Health Challenges in a Disruptive World.” Dan di tengah isu pandemi, AI, dan teknologi kesehatan canggih, Prof. Sukri mengingatkan dunia tentang sesuatu yang sederhana tetapi sering terlupakan:

“Kota yang tidak ramah lansia adalah kota yang sedang lupa pada dirinya sendiri.”

Kehadiran yang Bukan Sekadar Prestasi Akademik
Keikutsertaan Prof. Sukri di forum ini adalah bagian dari misi besar FKM Unhas: bukan hanya berprestasi, tetapi menghadirkan ilmu yang membela yang lemah, yang renta, yang terpinggirkan oleh kecepatan dunia modern.

Ia menutup presentasinya dengan kalimat yang membuat beberapa peserta mengangguk pelan—bukan sebagai akademisi, tetapi sebagai manusia:“Kita semua, jika diberi umur panjang, akan menjadi lansia. Maka apa yang kita bangun hari ini, sejatinya adalah hadiah untuk masa tua kita sendiri.” (*)