Internasional

Di Balik Tengkar Trump Vs Zelensky, Ada Kisah Perebutan Mineral Tanah Jarang



Mineral Tanah Jarang

Di sisi lain, Kremlin menyaksikan drama ini dengan tenang. Vladimir Putin, atau siapa pun yang duduk di kursi kepresidenan Rusia saat ini, mungkin hanya tersenyum kecil sambil menyesap tehnya.

Dmitry Peskov, juru bicara Kremlin, menyebut pertemuan yang penuh ketegangan antara Trump dan Zelensky sebagai bukti bahwa Ukraina telah “kehilangan pijakan” di hadapan sekutunya.

Sergei Lavrov, Menteri Luar Negeri Rusia, menambahkan bahwa konflik ini bisa berakhir kapan saja, asalkan Kyiv memahami kenyataan geopolitik baru. Yang ia maksud tentu saja adalah keharusan bagi Ukraina untuk menerima kehilangan wilayahnya dan tunduk pada syarat-syarat Rusia.

Bagi Rusia, perpecahan antara Washington dan Kyiv adalah bukti bahwa waktu ada di pihak mereka. Jika Trump benar-benar mengurangi bantuan, Rusia tahu bahwa Ukraina akan semakin sulit mempertahankan posisinya. Jika Eropa kehilangan keteguhan mereka, maka perang ini pada akhirnya akan dimenangkan bukan di medan tempur, tetapi di meja negosiasi yang berat sebelah.

Mungkin ini bukan tentang siapa yang menang atau kalah. Ini tentang waktu. Tentang seberapa lama Ukraina bisa bertahan sebelum kelelahan menggantikan keberanian.

Jika perang ini memang akan berakhir dalam waktu dekat, itu bukan karena Ukraina menang, dan bukan pula karena Rusia kalah. Itu karena mereka yang mengendalikan sumber daya telah mendapatkan apa yang mereka inginkan.

Sejarah bergerak dalam lingkaran.

Jika kolonialisme di abad-abad lalu dijalankan dengan kapal perang dan pasukan infanteri, kolonialisme di abad modern tak lagi membutuhkan itu. Cukup dengan diplomasi, utang, investasi, dan bantuan yang diberikan dengan satu tangan, sambil tangan lain menandatangani kontrak untuk mengeksploitasi yang tersisa.

Tidak ada yang benar-benar memihak, hanya ada pihak yang lebih licin dalam menyembunyikan niatnya.

Perang di Ukraina, pada akhirnya, mungkin tak berbeda dengan perang-perang kolonial sebelumnya. Ini bukan semata pertarungan antara Kyiv dan Moskow, bukan pula tentang demokrasi melawan otoritarianisme.

Ini tentang siapa yang menguasai energi, mineral, dan komoditas yang membuat dunia tetap berputar.

Di Ruang Oval, yang tersisa hanya kursi-kursi kosong. Percakapan telah berakhir, tetapi gaungnya masih menggema. Di luar, Zelensky terus mencari dukungan, sementara Trump sudah memikirkan langkah berikutnya. Di Moskow, Putin tetap menunggu dengan kesabaran khasnya.

Dan di tanah yang terus didera ledakan, rakyat Ukraina bertanya-tanya: apakah yang mereka pertahankan benar-benar kebebasan, atau hanya ilusi tentang siapa yang layak menjarah lebih dahulu?

Seperti yang pernah ditulis oleh Taras Shevchenko, penyair besar Ukraina, dalam puisinya yang pahit:

"Betapa mengerikannya terbaring dalam belenggu,

Membusuk di penjara yang gelap,

Tetapi lebih mengerikan lagi ketika kau bebas,

Hanya untuk tertidur, dan tertidur, dan tertidur."

Mungkin perang ini memang mengerikan. Tetapi lebih mengerikan lagi jika, setelah semuanya usai, dunia kembali tertidur—dan hanya mereka yang telah mendapat keuntungan yang terjaga.