-1024x621.webp)
Prof. Stella Christie saat di kampus Unhas
Bentuk kolaborasi itu beragam. Ada penelitian yang melibatkan ilmuwan lintas benua untuk mencari solusi atas krisis iklim. Ada pertukaran budaya, ketika mahasiswa asing belajar bahasa Indonesia di Tamalanrea, sementara mahasiswa Unhas berjejaring di ruang kelas internasional di Seoul atau Berlin.
Bahkan, kelas-kelas internasional di Unhas kini semakin ramai, menandakan kampus merah ini mulai menjadi tujuan, bukan sekadar pengirim.
Dalam konsorsium Partnership for Australia–Indonesia Research (PAIR) Sulawesi, Unhas bahkan berperan sebagai jangkar. Dari Sulawesi, isu-isu besar dunia seperti perubahan iklim, ketahanan pangan, dan pembangunan berkelanjutan diproduksi sebagai pengetahuan strategis.
Prof. JJ kerap menekankan, jejaring internasional bukan soal jumlah MoU. “Yang kita bangun adalah kepercayaan. Ketika Unhas dipercaya, maka dunia akan datang, bukan karena kita mencari gengsi, tetapi karena kita membawa relevansi.”
Dari Timur, untuk Dunia
Kini, Unhas bukan sekadar universitas di timur Indonesia. Ia adalah simbol bahwa pengetahuan bisa lahir dari pinggiran dan bergaung ke pusat. Dari tanah yang kerap disebut periferi, gagasan dapat menjelma sebagai arus utama.
Dari ruang kuliah di Tamalanrea, lahir riset yang diperbincangkan di forum-forum internasional. Ia menunjukkan bahwa keilmuan tidak hanya dimonopoli oleh kota-kota besar di Jawa, atau oleh universitas-universitas raksasa dunia.
Melainkan juga bisa diproduksi di pesisir Makassar, di laboratorium yang bersentuhan langsung dengan laut, hutan, dan masyarakat lokal.
Unhas menghadirkan pesan bahwa pinggiran bukanlah keterbelakangan, melainkan cadangan kekuatan. Justru dari wilayah yang sering diabaikan, pengetahuan menemukan bentuk yang lebih membumi, lebih kontekstual, dan lebih relevan dengan tantangan zaman.
Ketika pusat kerap sibuk dengan teori yang abstrak, pinggiran menawarkan pengalaman hidup yang nyata, yang dapat diolah menjadi sains sekaligus solusi.
Dengan demikian, Unhas adalah metafora dari keberanian: keberanian untuk membalik pandangan lama bahwa pengetahuan selalu mengalir dari pusat ke pinggiran. Kini, arus itu bergerak dua arah. Dari Timur, lahir gagasan yang bisa mengubah percakapan global.
John Dewey pernah menulis singkat: “Education is life itself.” Maka, visi besar Prof. JJ adalah menjadikan Unhas bagian dari denyut kehidupan global itu sendiri.
Dan barangkali, kalimat Karaeng Pattingalloang di abad ke-17 menemukan gaungnya kembali di era ini: “Ilmu pengetahuan adalah kunci bagi kebesaran negeri.”
Dari Tamalanrea hingga Silicon Valley, dari lorong-lorong Makassar hingga ruang konferensi QS di London, Unhas sedang menulis babak baru. Babak ketika universitas dari timur Indonesia membuktikan bahwa ia bisa mendunia.