MAKASSAR, UNHAS.TV - Tribun Karebosi, Kamis (1/10/2025) malam, berubah menjadi panggung pertemuan yang tak biasa. Di bawah cahaya lampu kota, organisasi kepemudaan Cipayung Plus Kota Makassar menggelar forum dialog bertajuk “Kota dan Kemanusiaan: Mewujudkan Demokrasi Berbasis HAM.”
Forum itu mempertemukan mahasiswa, aparat keamanan, hingga pejabat pemerintah dalam satu lingkar diskusi, menegaskan bahwa demokrasi bukan hanya suara jalanan, melainkan juga ruang duduk bersama.
Empat narasumber utama hadir pada dialog kerakyatan ini, yakni Wali Kota Makassar Munafri Arifuddin, Kepala Kanwil HAM Sulawesi Selatan Daniel Rumsowek, Kapolrestabes Makassar Kombes Pol Arya Perdana, serta Dandim 1408/BS Makassar Letkol Inf. Franki Susanto.
Dalam sambutannya, Wali Kota Munafri menekankan pentingnya kesadaran peran setiap pihak. Menurutnya, persoalan perkotaan kerap muncul karena masing-masing elemen tidak memahami kewajibannya.
“Masalah muncul ketika kita tidak tahu apa yang menjadi kewajiban kita,” ujarnya. Ia menegaskan bahwa demokrasi harus berjalan seiring dengan perlindungan hak masyarakat, serta mendorong Makassar menjadi kota inklusif yang menolak diskriminasi.
“Persoalan itu harus clear sama-sama, agar energi kolaborasi tak habis pada siapa yang benar atau salah, melainkan pada solusi,” tambahnya.
Nada serupa datang dari Kapolrestabes Makassar Kombes Pol Arya Perdana. Ia menekankan bahwa demonstrasi adalah bagian sah dari demokrasi, namun ada batas yang mesti dijaga. “Kami dari kepolisian, apa yang adik-adik suarakan juga adalah suara kami,” katanya.
Ia menolak anggapan polisi semata benteng represi. “Kalau ada satu orang Makassar yang terluka, saya juga terluka. Kalau ada satu orang Makassar yang bersedih, saya juga bersedih,” ucapnya.

Organisasi kepemudaan Cipayung Plus Kota Makassar menggelar forum dialog bertajuk “Kota dan Kemanusiaan: Mewujudkan Demokrasi Berbasis HAM” di Tribun Karebosi, Kamis (1/10/2025) malam. (dok unhas.tv)
Sementara itu, Letkol Inf Franki Susanto mengingatkan mahasiswa mengenai arti penting nasionalisme. “NKRI harga mati,” tegasnya.
Ia mengajak generasi muda untuk menjaga idealisme tanpa merusak tatanan. “Kita bangsa terhormat, kita harus junjung tinggi nasionalisme,” ujarnya penuh semangat.
Dari perspektif hak asasi manusia, Kepala Kanwil HAM Sulsel, Daniel Rumsowek, menyampaikan bahwa selama ada manusia, hak asasi akan selalu melekat.
Pesan singkat itu menggarisbawahi bahwa isu HAM bukan sekadar wacana, melainkan denyut kehidupan berbangsa yang tak bisa diabaikan.
Bagi mahasiswa, forum ini adalah wadah untuk menyampaikan keresahan secara langsung. Nasruddin, jenderal lapangan Cipayung Plus, mengungkapkan bahwa banyak demonstrasi di Makassar berujung ricuh karena minim ruang dialog antara mahasiswa dan pemerintah.
“Forum ini kami gagas agar gagasan mahasiswa bisa didengar langsung oleh forkopimda,” ujarnya. Ia menyesalkan ketidakhadiran Ketua DPRD Makassar yang sebelumnya dijadwalkan hadir. “Tidak ada konfirmasi, padahal isu yang dibahas justru berkaitan erat dengan fungsi legislatif,” katanya.
Nasruddin menegaskan, apa yang dibicarakan malam itu bukan sekadar tuntutan mahasiswa, melainkan potret persoalan nyata masyarakat Makassar, mulai dari kebebasan berekspresi hingga penanganan konflik sosial.
“Kami berharap apa yang disampaikan malam ini tidak berhenti sebagai catatan diskusi, tapi benar-benar ditindaklanjuti pemerintah,” ujarnya.
Dialog Cipayung Plus malam itu ditutup dengan kesepahaman bahwa demokrasi yang sehat hanya bisa tumbuh jika hak asasi manusia dijunjung tinggi.
Bagi mahasiswa, duduk bersama aparat dan pejabat menjadi cara untuk mengembalikan demokrasi ke jalur dasarnya: berbasis pada kemanusiaan.
(Rizka Fraja / Unhas.TV)