MAKASSAR, UNHAS.TV - Upaya pencegahan kekerasan seksual terhadap anak kembali menjadi perhatian serius Pemerintah Kota Makassar.
Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DP3A) Kota Makassar, menggelar kegiatan bertajuk “Edukasi Pencegahan dan Perlindungan Anak dari Kekerasan Seksual: Membangun Lingkungan Aman dan Ramah Anak”, di Kantor Camat Mariso, Senin (3/11/2025).
Berbeda dari kegiatan sebelumnya, kali ini peserta edukasi berasal dari kalangan yang jarang tersentuh pelatihan serupa: puluhan pengemudi ojek online dan juru parkir. Dua kelompok ini dianggap memiliki peran penting di ruang publik untuk ikut menjaga keselamatan anak-anak.
Psikolog Dinia Anisa Ludar, S.Psi, yang menjadi pemateri, menekankan pentingnya peran semua lapisan masyarakat dalam mencegah dan melindungi anak dari kekerasan seksual.
Ia menyebut kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak di Makassar terus menunjukkan tren yang mengkhawatirkan.
“Sepanjang tahun 2024 tercatat 520 kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak, dan 381 di antaranya atau 73 persen menimpa anak-anak,” ujar Dinia.
“Sementara sejak Januari hingga Oktober 2025, sudah ada 134 kasus kekerasan seksual terhadap anak, dengan 112 korban perempuan dan 22 korban laki-laki,” lanjutnya.
Hingga September 2025, lanjutnya, jumlah kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak mencapai 508 kasus. Dari angka itu, 273 kasus melibatkan anak-anak sebagai korban.
Menurut Dinia, kekerasan seksual bukan sekadar tindakan fisik, tetapi serangan terhadap martabat dan tubuh seseorang. Ia menjelaskan bahwa kekerasan seksual biasanya disertai relasi kuasa yang tidak seimbang, ketiadaan persetujuan, serta pencarian keuntungan seksual atau ekonomi.
“Anak yang menjadi korban kekerasan seksual sering mengalami trauma mendalam, ketakutan, kehilangan kepercayaan diri, hingga gangguan belajar. Ada pula yang merasa bersalah, padahal pelakunya lah yang sepenuhnya bersalah,” ujarnya.
Dinia mengingatkan agar masyarakat sekitar memberi dukungan moral dan sosial kepada korban agar tidak merasa sendirian.
Ia juga memaparkan langkah yang sebaiknya diambil oleh korban dan keluarga, mulai dari melapor ke pihak berwenang, melakukan pemeriksaan medis dan psikologis, hingga mengumpulkan bukti untuk memperkuat proses hukum.
Selain edukasi pencegahan, sesi tersebut juga membahas pentingnya peran pendamping korban. Menurut Dinia, pendamping adalah individu yang memiliki empati dan kemampuan untuk membantu korban melewati masa pemulihan dan proses hukum.
Pendamping bisa berasal dari kalangan hukum, sosial, psikologi, hingga relawan dan paralegal yang memahami isu kekerasan terhadap anak.
“Hal yang utama adalah kenyamanan korban,” tegas Dinia. “Jika pendamping laki-laki, penting memastikan korban merasa aman. Jangan sampai pendamping justru memperburuk trauma.”
Melalui kegiatan ini, DP3A Makassar berharap kesadaran masyarakat makin tumbuh untuk menciptakan lingkungan yang aman dan ramah bagi anak.
Pengemudi ojol dan juru parkir yang sehari-hari berada di ruang publik diharapkan menjadi garda terdepan dalam mendeteksi dan mencegah kekerasan terhadap anak.
“Semua orang punya tanggung jawab moral melindungi anak-anak. Karena masa depan mereka adalah masa depan kita semua,” pungkas Dinia. (*)
                                                                    Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DP3A) Kota Makassar melalui bidang Pemenuhan Hak Anak menyelenggarakan kegiatan yang bertajuk “Edukasi Pencegahan dan Perlindungan Anak dari Kekerasan Seksual: Membangun Lingkungan Aman dan Ramah Anak” di Kantor Kecamatan Mariso, Senin (3/11/2025)
                                                            







