News
Unhas Speak Up

Evaluasi Lahan untuk Pertanian Berkelanjutan: Dari Riset hingga Tantangan Sosialisasi

Dekan Fakultas Pertanian Universitas Hasanuddin (Unhas) yang baru menjabat untuk periode 2025–2026, Prof Rismaneswati, saat menjadi tamu Unhas.TV dalam program Unhas Speak Up. (dok unhas.tv)

MAKASSAR, UNHAS.TV - Pertanian berkelanjutan tidak bisa dilepaskan dari pemahaman yang baik tentang karakteristik dan kemampuan lahan.

Evaluasi lahan menjadi langkah ilmiah yang krusial untuk memastikan bahwa tanah digunakan sesuai kemampuannya, sekaligus mencegah kerusakan lingkungan dan penurunan produktivitas.

Dalam program Unhas Speak Up, Prof Dr Ir Rismaneswati SP MP menjelaskan bahwa evaluasi lahan bukan hanya menilai kesesuaian tanah terhadap jenis tanaman, melainkan juga memetakan faktor pembatas dan potensi pengembangannya.

“Evaluasi lahan membantu kita mengetahui apa yang bisa ditanam, bagaimana mengelolanya, dan apa risiko yang mungkin muncul jika salah penggunaan,” jelas Prof Rismaneswati, Dekan Fakultas Pertanian Universitas Hasanuddin (Unhas) yang baru menjabat untuk periode 2025–2026.

Sayangnya, hasil penelitian sering kali tidak sampai ke masyarakat. Salah satu tantangan terbesar adalah kesenjangan antara dunia akademik dan petani di lapangan.

“Kami di universitas sudah memiliki data dan peta evaluasi lahan, tapi penyebaran informasinya masih terbatas. Banyak petani belum memahami hasil riset tersebut,” kata Prof. Risma.

Selain itu, perubahan kebiasaan petani menjadi tantangan tersendiri. Banyak yang masih menanam berdasarkan tradisi turun-temurun tanpa memperhatikan kesesuaian lahan.

“Petani merasa sudah terbiasa menanam jenis tertentu, padahal lahannya bisa jadi lebih cocok untuk tanaman lain yang lebih produktif,” tambah Prof Rismaneswati yang menyelesaikan pendidikan S1 Institut Pertanian Bogor (IPB).

Lebih lanjut, alumnus S2 Sistim-sistim Pertanian PPs Unhas ini menekankan bahwa sosialisasi hasil riset harus dilakukan dengan pendekatan sosial dan budaya, tidak hanya teknis.

“Penyuluhan pertanian tidak cukup sekadar memberi tahu. Kita harus memahami cara berpikir petani dan memberikan contoh nyata agar mereka percaya,” ujarnya.

Evaluasi lahan juga berkaitan erat dengan kebijakan pemerintah daerah. Tanpa integrasi dalam perencanaan tata ruang dan pembangunan wilayah, hasil riset akan sulit diimplementasikan.

Oleh karena itu, Prof. Risma mendorong adanya kolaborasi antara akademisi, pemerintah, dan masyarakat dalam mengelola lahan pertanian.

“Kalau pemerintah mau menjadikan hasil evaluasi sebagai dasar kebijakan, maka arah pembangunan pertanian akan lebih terarah, efisien, dan berkelanjutan,” tegasnya.

Lebih jauh, Prof. Risma menjelaskan bahwa konsep pertanian berkelanjutan mencakup tiga aspek utama: keberlanjutan ekologis, ekonomi, dan sosial. Lahan yang digunakan secara efisien harus tetap menjaga keseimbangan lingkungan dan memberi manfaat ekonomi bagi petani.

“Evaluasi lahan adalah fondasi dari sustainable land management. Kita tidak bisa bicara ketahanan pangan tanpa memperhatikan daya dukung tanah. Jika tanah rusak, maka pertanian jangka panjang akan terancam,” tuturnya.

Sebagai lembaga pendidikan dan riset, Universitas Hasanuddin berkomitmen untuk terus memperluas dampak penelitiannya.

Melalui kerja sama dengan pemerintah daerah dan kelompok tani, hasil evaluasi lahan diharapkan dapat menjadi pedoman dalam pengelolaan lahan pertanian di Sulawesi Selatan dan daerah lainnya.

Prof. Risma menutup dengan pesan reflektif, “Riset tidak boleh berhenti di meja peneliti. Hasilnya harus sampai ke petani, agar ilmu benar-benar menjadi solusi nyata bagi kesejahteraan masyarakat.”

Dengan pendekatan ilmiah, kebijakan yang berpihak, serta kolaborasi lintas sektor, evaluasi lahan menjadi kunci utama menuju pertanian berkelanjutan dan ketahanan pangan nasional yang kokoh.

(Rahmatia Ardi / Unhas.TV)