MAKASSAR,UNHAS.TV-
Negara-negara Arab, terkhusus Yordania, Qatar, dan Uni Emirat Arab (UEA)
mengecam keras tindakan rezim Israel dalam menerbitkan peta yang diklaimnya
sebagai peta sejarah Israel. Menurut Hamshahri Online, peta ini, yang baru-baru
diterbitkan oleh akun resmi yang berafiliasi dengan rezim Israel, mengklaim
bahwa sebuah tanah yang disebut “Kerajaan Israel” sudah ada 3.000 tahun yang
lalu.
Kejadian itu menimbulkan badai diplomatik. Pasalnya, peta baru Israel tersebut mengklaim “hak wilayah historis”
untuk Israel di Palestina serta sebagian besar wilayah Yordania, Lebanon, dan
Suriah diunggah oleh Kementerian Luar Negeri Israel di akun media sosial
berbahasa Arab seperti Twitter dan Instagram. Peta tersebut menggambarkan
Israel (negara Yahudi) sebagaimana disebutkan dalam Alkitab. Sejumlah negara
Arab mengecamnya, dengan menyatakan bahwa peta tersebut secara langsung
melanggar kedaulatan. Negara-negara ini berpendapat bahwa peta yang dibagikan
mencakup wilayah Palestina yang diduduki serta bagian dari tanah Arab tetangga
sebagai bagian dari “Israel Raya”.
Dalam
unggahannya, Kementerian Luar Negeri Israel menyatakan, “Tahukah Anda bahwa
kekaisaran Israel didirikan 3.000 tahun yang lalu?” Mereka menambahkan, “Sambil
menunggu kebangkitan kekuatan mereka dan pembangunan kembali negara mereka,
Israel dideklarasikan sebagai satu-satunya demokrasi di Timur Tengah pada tahun
1948.” “Raja pertama yang memerintah selama 40 tahun adalah Raja Saul
(1050-1010 SM). Ia diikuti oleh Raja Daud yang memerintah sekitar 40 tahun
(1010-970 SM). Setelahnya, Raja Salomo memerintah selama 40 tahun (970-931 SM).
Masa pemerintahan ketiga raja ini berlangsung selama 120 tahun, yang merupakan
periode penting dalam sejarah Israel. Tahun-tahun tersebut menyaksikan
perkembangan kehidupan Yahudi di berbagai bidang, termasuk budaya, agama, dan
ekonomi,” tambah unggahan itu.
Kontroversi Seputar
Peta Baru
Unggahan ini
memicu kemarahan di kalangan Otoritas Palestina dan negara-negara Arab, yang
menyerukan komunitas internasional untuk mengekang ambisi ekspansionis Israel
dan mencegah upaya lebih lanjut untuk menduduki wilayah Palestina dan Arab. Yordania, UEA, dan Qatar mengaitkan peta
baru ini dengan ekspansionisme dan mengutuknya. Selain
itu, Otoritas Palestina dan Hamas juga menyatakan ketidakpuasan mereka terhadap
peta tersebut.
Reaksi Kementerian Luar Negeri Yordania
Seorang juru bicara Kementerian Luar Negeri
Yordania dengan tegas mengutuk unggahan tersebut, menyebut penggambaran itu
sebagai “keteledoran” yang disebarkan oleh pihak sayap kanan Israel
untuk menghalangi pembentukan negara Palestina. Juru bicara tersebut mengatakan
bahwa kementerian sangat mengutuk penerbitan peta oleh akun resmi Israel di
platform media sosial yang mengklaim mewakili “Israel historis”, termasuk
wilayah Palestina yang diduduki serta bagian dari Yordania, Lebanon, dan
Suriah.
Qatar Mengutuk Peta Baru
Kementerian Luar Negeri Qatar menyatakan
bahwa peta tersebut, yang mengklaim mewakili “Israel historis”, adalah
“pelanggaran terang-terangan” terhadap norma internasional. Mereka
memperingatkan bahwa ambisi Israel yang jelas dapat semakin mengganggu prospek
perdamaian di kawasan itu. Qatar mendesak komunitas internasional untuk
“mematuhi legitimasi internasional terkait pendudukan Israel dan menekan Israel
untuk menghadapi ambisi ekspansionisnya di tanah Arab” serta memenuhi tanggung
jawab hukum dan moralnya.
Reaksi Keras
UEA
Uni Emirat Arab
(UEA) mengutuk publikasi peta “Israel historis” yang diterbitkan oleh akun
media sosial yang berafiliasi dengan pemerintah Israel, yang mencakup wilayah
Palestina yang diduduki, serta bagian dari Yordania, Lebanon, dan Suriah. UEA
menganggapnya sebagai upaya yang disengaja untuk memperluas pendudukan dan
pelanggaran berat terhadap hukum internasional. Dalam sebuah pernyataan,
Kementerian Luar Negeri UEA menyatakan penolakan tegas terhadap semua praktik
provokatif dan pelanggaran legitimasi internasional terkait status hukum
wilayah Palestina yang diduduki, yang mengancam perdamaian dan stabilitas di
kawasan serta menghambat upaya untuk mencapai perdamaian. (*)