MAROS, UNHAS.TV – Di sebuah kampung sunyi bernama Belangbelang, yang terletak di Kelurahan Macini Baji, Kecamatan Lau, Kabupaten Maros, sebuah potongan sejarah yang terlupa akhirnya terungkap. Pada Jumat, 26 April 2025, tim peneliti gabungan dari Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat (LPPM) Universitas Hasanuddin bersama Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) berhasil menemukan sebuah batu nisan Aceh kuno—penemuan pertama sejenisnya di wilayah Maros.
Tak sembarangan tempat, Belangbelang dikenal dalam naskah Lontara Bone sebagai bagian dari Marana pada abad ke-17. Toponimi ini, yang bertahan melewati zaman, menyimpan lebih dari sekadar nama; ia adalah saksi bisu lalu lintas peradaban yang dahulu pernah begitu hidup.
Penemuan ini merupakan bagian dari riset bertajuk RIIM Ekspedisi yang mengangkat tema “Toponimi”, fokus kerja sama antara LPPM Unhas dan BRIN sepanjang tahun 2025. Ketua tim riset, Prof. Dr. Muhlis Hadrawi, menuturkan bahwa ekspedisi tahun ini memang diarahkan ke pesisir barat Sulawesi Selatan—meliputi Makassar, Maros, Pangkep, Barru, Parepare, hingga Pinrang.
"Di Maros, kami menemukan batu nisan Aceh di salah satu toponimi tua yang disebutkan dalam naskah Lontara Bone, yakni Belangbelang," jelas Prof. Muhlis dalam konferensi pers. “Ini adalah penemuan penting, sebab memberi gambaran baru tentang bagaimana Maros terlibat dalam jaringan sejarah Islam dan perdagangan maritim,” lanjut Guru Besar Filologi Unhas ini.
Batu Nisan yang Bercerita
Temuan batu nisan ini menjadi begitu istimewa karena, seperti dijelaskan oleh Makmur, peneliti Pusat Riset Arkeologi Prasejarah dan Sejarah BRIN, sepanjang penelusuran makam-makam tua di Maros, baru kali ini ditemukan batu nisan Aceh.
“Batu nisan Aceh merupakan artefak yang sangat khas. Keberadaannya biasanya menunjukkan adanya tokoh penting dalam sejarah Islam atau jaringan perdagangan yang kuat," terang Makmur, yang telah bertahun-tahun mendalami kajian batu nisan kuno di Sulawesi Selatan.
Menurut Makmur, penggunaannya pun sangat selektif. Batu nisan Aceh biasanya hanya diberikan kepada bangsawan atau tokoh penting yang berperan dalam penyebaran serta pengembangan Islam pada abad ke-17 hingga ke-18 Masehi.
Namun, keistimewaan batu nisan yang ditemukan ini tak berhenti di sana.