UNHAS.TV - Di balik keindahan alam karst yang menjulang tinggi di Kabupaten Maros, Sulawesi Selatan, tersimpan rahasia besar tentang jejak awal peradaban manusia.
Sebuah kawasan yang dikenal sebagai Leang-Leang telah menjadi pusat perhatian dunia, bukan karena panorama alamnya semata, tetapi karena temuan arkeologisnya yang mengguncang pemahaman sejarah manusia secara global.
Dosen Arkeologi Fakultas Ilmu Budaya Universitas Hasanuddin (FIB Unhas), Dr Muhammad Nur SS MA mengungkapkan bahwa Leang-Leang merupakan salah satu situs arkeologi prasejarah terpenting di dunia.
“Saya menyebutnya sebagai kampung prasejarah. Ia menyimpan banyak jejak masa lalu yang menunjukkan kecerdasan awal manusia. Ini bukan hanya penting bagi Indonesia, tetapi juga bagi dunia,” jelasnya.
Salah satu temuan paling monumental dari kawasan Leang-Leang adalah lukisan tangan dan babi rusa yang menghiasi dinding gua. Pada tahun 2014, dunia terkejut saat jurnal ilmiah Nature memublikasikan hasil penelitian tim gabungan dari Pusat Arkeologi Nasional Indonesia dan Griffith University, Australia.
Melalui teknik penanggalan uranium-thorium, lukisan di Leang Timpuseng, Maros, diperkirakan berusia sekitar 40.000 tahun. Ini menjadikannya salah satu seni figuratif tertua yang pernah ditemukan di dunia sejajar dengan lukisan gua di Eropa.
Sebelum penemuan ini, dunia meyakini bahwa seni rupa purba hanya berkembang di Eropa. Namun, publikasi dari Maros mengubah pandangan tersebut.
“Keindahan ternyata tidak hanya lahir dari Eropa. Leang-Leang menunjukkan bahwa pusat kecerdasan manusia purba menyebar di berbagai wilayah,” ujar Muhammad Nur.
.webp)
Dosen Arkeologi FIB Unhas Dr Muhammad Nur SS MA (dok unhas.tv)
Arkeologi prasejarah berfokus pada kajian manusia sebelum mengenal tulisan—masa yang dikenal juga sebagai masa pra-aksara.
Di Sulawesi, penelitian 10-15 tahun terakhir mengungkap temuan menakjubkan: dalam tubuh manusia purba Sulawesi, ilmuwan menemukan jejak DNA yang berkaitan dengan populasi Siberia kuno.
“Meski proporsinya kecil, ini menunjukkan betapa kompleksnya migrasi manusia purba. Mereka datang dari berbagai arah dan membawa teknologi seperti peralatan batu yang khas”, terangnya.
Peralatan batu yang ditemukan di Sulawesi memiliki karakteristik unik. Salah satu temuan di Leang Burung 2 dan Talepu, Soppeng, memperlihatkan keberadaan teknologi batu yang digunakan sekitar 200.000 tahun yang lalu.
Ini menunjukkan bahwa manusia purba telah lama hadir dan beradaptasi dengan lingkungan khas Wallacea, sebuah zona biogeografi unik yang memisahkan fauna Asia dan Australia.
Priodisasi zaman prasejarah tidak seragam di setiap wilayah. Di Jawa, misalnya, manusia purba seperti Homo erectus telah meninggalkan jejaknya sejak 1,5 juta tahun lalu. Ini karena Jawa menjadi bagian dari daratan besar bernama Sundaland, yang memungkinkan migrasi lebih awal.
Namun di Sulawesi, yang merupakan pulau terbesar di wilayah Wallacea, bukti kehadiran manusia purba baru ditemukan dari sekitar 200.000 tahun yang lalu.
“Banyak yang dulu meragukan apakah manusia purba hadir di Sulawesi. Kini, lewat riset dan artefak yang ditemukan, kita tahu bahwa mereka memang ada—meski rangka manusia utuh belum ditemukan, peralatan dan jejak kehidupannya jelas terlihat,” tutur Muhammad Nur.
Kawasan Leang-Leang bukan sekadar gua, melainkan pusat riset global yang terus berkembang. Setiap tahun, arkeolog dari dalam dan luar negeri datang untuk menggali lebih dalam sejarah manusia.
“Penelitian saintifik terus berlangsung, bahkan memperkuat posisi Indonesia sebagai salah satu situs utama dalam kajian evolusi manusia dan budaya awal”, tambahnya.
Leang-Leang dan jejak prasejarah lainnya di Sulawesi Selatan membuktikan bahwa Indonesia bukan hanya penonton dalam sejarah peradaban manusia, tapi justru aktor penting yang menyumbang pengetahuan dan pemahaman baru tentang asal usul manusia dan budaya global.
(Zulkarnaen Jumar Taufik / Unhas.TV)