Arung Palakka saat itu juga menandatangani kesepakatan dengan kompeni, sehingga antara 1667-1669 mereka akhirnya berhasil menguasai kerajaan Gowa (Makassar).
Mengingat pengorbanan besar itu, Pemerintah Kolonial merasa berkewajiban membawa mereka ke Batavia. Adapun untuk membiayai hidup para keluarga Bugis di pulau-pulau pertama, Raja Arung Palakka mendapat 1.000 ringgit dan sejumlah pikul padi. Untuk mencegah kecemburuan kepala Kampung Makassar maka Karaeng Bisse juga diberi 400 ringgit untuk keperluan rakyatnya.
Menurut Niemeijer, segala bentuk pemberian yang dberikan orang-orang Bugis dan Makassar bukanlah bentuk kedermawanan, melainkan investasi dalam sumber daya tentara.
Pada masa itu terjadi pemberontakan yang dipimpin Pangeran Trunajaya dari Madura yang ketika itu hendak menggulingkan Raja Mataram. VOC akhirnya memanfaatkan orang-orang Makassar dan Bugis sebagai pasukan yang dapat menumpas pemberontakan tersebut.
Lahan yang ditempati Arung Palakka dan rakyatnya merupakan lahan pinjaman dari kompeni dan tidak diberi hak milik. Begitupun dengan sebidang lahan kompeni yang dipinjamkan kepada kelompok orang Makassar.
***
SAYA masih di rumah Si Pitung ketika ingatan tentang catatan sejarah berseliweran di kepala saya. Rumah ini menyimpan banyak sketsa sejarah yang membawa saya pada banyak hal. Saya membayangkan phinisi yang membelah lautan dan membawa orang-orang Bugis ke medan Batavia yang keras.
Tapi mereka adalah nakhoda yang tangguh menghadapi lautan bergelombang dan menghanyutkan. Pelaut ulung tidak pernah lahir dari lautan tenang. Mereka selalu muncul dari lautan penuh gejolak, badai, dan tantangan yang bisa menciutkan nyali. Mereka melewati ujian alam di lautan demi menjadi pemimpin di daratan.
Saya membayangkan Si Pitung yang bertemu Haji Safiuddin yang menguasai laut dan darat. Saya membayangkan pasukan Bugis, yang dipimpin Arung Palakka, yang pada masa itu pernah sedemikian menggetarkan para pendekar di Batavia.
Mungkin, atas alasan ini pula, pada tahun 2014, Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo pertama kali menyatakan diri siap menjadi Presiden RI saat berada di Rumah Si Pitung. Dia memberikan deklarasi di situ sembari menyerap kekuatan jawara lokal yang menimba pengalaman pada saudagar dan nakhoda Bugis.
Beberapa budayawan Betawi mengkritik Jokowi yang melakukan deklarasi di situ. Ada pertanyaan: "Lu mau ngapain deklarasi di situ? Mau lawan kompeni?"
Dalam hati saya menggumam, tak semua orang paham makna sejarah apa yang tersimpan di situ. Di tempat itu, saya menyimpan banyak catatan.