Kesehatan
Terkini

Kalian Punya Kebiasaan Duduk Miring, Waspada Skoliosis Mengintai

UNHAS.TVPostur tubuh yang salah bukan hanya perkara estetika. Tanpa disadari, ia bisa membentuk tulang belakang menyimpang dan memengaruhi kualitas hidup dalam jangka panjang.

Di antara layar laptop dan tumpukan buku, seorang mahasiswa tengah duduk menyilang di kursi selama berjam-jam. Pundaknya miring ke kiri, punggungnya melengkung tak beraturan.

Sekilas tampak seperti kebiasaan kecil yang bisa dimaklumi. Tapi siapa sangka, rutinitas semacam itu pelan-pelan bisa membelokkan tulang punggung dan memicu kelainan yang disebut skoliosis.

Skoliosis adalah kondisi kelengkungan tulang belakang yang bisa memengaruhi kualitas hidup penderitanya. Selain karena faktor genetik atau cedera, ternyata kebiasaan buruk sehari-hari juga menjadi penyumbang besar munculnya kelainan ini.

“Skoliosis itu dibagi dua, yakni struktural dan fungsional,” jelas Dr dr Yose Waluyo SpKFR MSK, dokter spesialis kedokteran fisik dan rehabilitasi.

Menurut dia, skoliosis struktural biasanya dipicu oleh faktor bawaan atau cedera fisik yang memengaruhi struktur tulang belakang secara permanen.

“Sedangkan skoliosis fungsional lebih banyak dipengaruhi oleh kebiasaan buruk yang kita lakukan setiap hari,” kata dokter yang juga aktif dalam edukasi rehabilitasi medik itu.

Salah satu kebiasaan paling umum—dan paling diremehkan—adalah posisi duduk yang salah. Duduk menyilang kaki terlalu lama, bersandar hanya pada satu sisi tubuh, atau duduk membungkuk saat bekerja dapat menyebabkan ketidakseimbangan otot dan tekanan pada tulang belakang.

Jika dilakukan terus-menerus dalam jangka waktu lama, postur tubuh bisa berubah dan kelengkungan pun terbentuk.

Namun, dokter Yose menegaskan bahwa perubahan itu tidak terjadi seketika. “Kalau cuma menyilang kaki satu-dua menit, itu tidak langsung menyebabkan skoliosis,” ujarnya. “Tapi kalau dilakukan berjam-jam setiap hari, dalam waktu lama, itu baru berpengaruh.”

Berbeda dengan skoliosis struktural yang permanen dan sulit diperbaiki tanpa intervensi medis, skoliosis fungsional umumnya masih bisa dicegah dan dikoreksi.

Salah satunya adalah dengan membiasakan posisi duduk dan berdiri yang benar, serta rutin melakukan latihan fisik yang membantu menjaga kelenturan dan keseimbangan otot.

“Postur yang buruk ini sering kali tidak kita sadari,” ujar dr. Yose. “Dampaknya memang tidak langsung terlihat, tapi lima atau sepuluh tahun ke depan baru muncul gejalanya—nyeri punggung, bahu tidak sejajar, bahkan sesak napas.”

Kabar baiknya, skoliosis fungsional tidak harus menjadi vonis seumur hidup. Dengan edukasi sejak dini dan perbaikan kebiasaan, kondisi ini dapat dihindari.

Latihan seperti stretching, yoga, hingga peregangan ringan setiap duduk dua jam bisa membantu menjaga kesehatan tulang belakang.

Sayangnya, kesadaran masyarakat terhadap pentingnya postur tubuh masih rendah. Bagi banyak orang, skoliosis masih terdengar sebagai penyakit langka yang hanya terjadi pada anak-anak atau orang dengan gangguan serius.

Padahal, menurut dr. Yose, setiap orang bisa berisiko—terutama mereka yang bekerja atau belajar dengan posisi duduk dalam waktu lama.

“Ini soal kebiasaan. Kalau kita bisa mengubah sedikit saja, itu sudah sangat membantu,” katanya.

Di tengah gempuran pekerjaan dan rutinitas layar digital, menjaga punggung tetap tegak bukan cuma soal disiplin. Ia adalah investasi jangka panjang untuk kesehatan tubuh yang kerap terlupakan.

(Venni Septiani Samuel / Unhas.TV)