MAKASSAR, UNHAS.TV - Puluhan jurnalis di Sulawesi Selatan (Sulsel) yang tergabung dalam Koalisi Advokasi Jurnalis (KAJ) Sulawesi Selatan (Sulsel) menggelar aksi damai di depan Pengadilan Negeri (PN) Makassar, Kota Makassar, Jalan RA Kartini, Kamis (25/4/2024).
Koalisi Advokasi Jurnalis merupakan koalisi dari empat organisasi pers, yakni Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia (IJTI) Sulsel, Aliansi Jurnalis Indepnden (AJI) Kota Makassar, dan Pewarta Foto Indonesia (PFI) Kota Makassar, dan Perhimpunan Jurnalis Indonesia (PJI) Sulsel.
Dikutip dari rilis yang diterima unhas.tv, puluhan jurnalis tersebut berasal dari Kota Makassar, Kabupaten Gowa, Maros. Mereka menggelar aksi damai merespons sidang lanjutan gugatan terhadap dua jurnalis di PN Makassar.
Ketua KAJ Sulsel Andi Muhammad Sardi mengatakan, Pers adalah lembaga atau institusi yang lahir dari masyarakat untuk mengontrol kekuasaan. Pers juga memainkan fungsi sebagai pengontrol kekuasaan. Fungsi itu mengharuskannya tampil independen dan tidak memihak.
Namun dalam kenyataannya, pers kerap mendapat ancaman hingga gugatan perdata terkait karya jurnalistiknya. Sengketa tentang Pencemaran Nama Baik, sengketa tentang Kesalahan dan Kekeliruan Pemberitaan, dan sengketa tentang Pemberitaan Pers Yang Melanggar Kode Etik.
"Sengketa-sengketa ini harusnya diselesaikan Di Luar Jalur Pengadilan dengan memanfaatkan lembaga Dewan Pers, upaya hukum Negosiasi, Mediasi, Konsiliasi, Fasilitasi, Penilai Independen, dan Arbitrasi," kata Sardi.
Lebih lanjut, Sardi mengatakan, pemidanaan seorang jurnalis atas karya jurnalistik yang dihasilkannya, merupakan preseden buruk bagi sistem kemerdekaan pers di Indonesia.
"Di Makassar, dua media daring, yakni herald.id dan inikata.co.id, beserta dua wartawan dan narasumbernya digugat oleh lima orang mantan Staf Khusus (Stafsus) di era Gubernur Sulsel Andi Sudirman Sulaiman. Nominal gugatannya mencapai Rp700 miliar," ungkapnya.
Ia menjelaskan, kelimanya merupakan mantan Stafsus Gubernur Sulsel atau eks pejabat publik. Penggugat mengajukan perdata ke Pengadilan Negeri Makassar dengan tuntutan ganti rugi materiil yaang berlebihan serta tidak menganggap keberadaan dewan pers sebagai pihak mediator yang diakui negara pada setiap kasus sengketa pers.
Diketahui Masing masing tergugat digugat senilai Rp100 miliar. Gugatan dilayangkan atas pemberitaan yang dinilai menyudutkan para penggugat, dengan judul berita, ‘ASN yang dinon-jobkan di era kepemimpinan gubernur Andi Sudirman Sulaiman diduga ada campur tangan Stafsus’, diterbitkan pada 19 September 2023 saat konferensi pers.
Meskipun telah diberikan hak jawab, penggugat bersikukuh itu adalah pelanggaran. Meskipun dewan pers telah merekomendasikan dua media tergugat melakukan permintaan maaf yang telah dimuat serta Hak Jawab.
Hal itupun telah diatur dalam Pasal 15 ayat (2) UU Pers, yang berkaitan dengan Hak Jawab, Hak Koreksi, dan dugaan pelanggaran terhadap Kode Etik Jurnalistik.
"Dengan berjalannya kasus sengketa pers ini di PN Makassar, maka kami dari Koalisi Advokasi Jurnalis Sulawesi Selatan, yakni AJI Makassar, IJTI Sulsel, PFI Makassar, PJI Sulsel dan LBH Pers Makassar, akan terus mengawal kasus ini hingga tuntas," tegas Sardi.
Lebih lanjut, empat organisasi profesi ini mengawal melalui non-litigasi, mengingat adanya dua jurnalis yang ikut digugat. Kemudian, LBH Pers Makassar mendampingi perusahaan media yang digugat, untuk memberikan pembuktian di depan hakim pengadilan. Jika penggugat keliru mengajukan gugatan karya jurnalistik.
Aksi damai di depan Pengadilan Negeri Makassar oleh KAJ, merupakah salah satu bentuk kampanye dari Koalisi Advokasi Jurnalis (KAJ) Sulawesi Selatan bersama LBH Pers Makassar dalam mendampingi kasus gugatan yang dilayangkan mantan pejabat publik.
"Tindakan mantan pejabat publik tersebut dianggap sebagai upaya pembungkaman dan menebar teror bagi jurrnalis dalam membuat berita. Nilai materil gugatan perdata yang diajukan di pengadilan negeri Makassar juga dianggap berlebihan," tambah Sardi.
Aksi jurnalis damai ini juga untuk mengingatkan para pejabat publik sebagai akuntabilitas publik, sewajarnya mereka harus dipantau oleh masyarakat melalui peran jurnalis. (*)