Gaya
Mahasiswa

Konser Kebangsaan di Unhas, Jadi Bagian dari Healing Menjelang Ujian Final Mahasiswa

UNHAS.TV - Sabtu malam itu, langit kampus Universitas Hasanuddin dipenuhi gemuruh suara penonton dan gemerlap cahaya panggung. Ribuan mahasiswa dan masyarakat umum memadati Lapangan Sepak Bola Unhas.

Bukan untuk menyaksikan pertandingan, melainkan untuk merayakan harmoni nada dan nasionalisme dalam Konser Kebangsaan Generasi Emas Kampus 2025 (GEMA Kampus) — sebuah festival musik yang dirancang sebagai ruang ekspresi dan refleksi bagi generasi muda.

Digelar pada 24 Mei 2025, konser ini menghadirkan musisi papan atas Indonesia seperti Once Mekel, Dwiki Dharmawan, Sujiwo Tejo, Ki Ageng Ganjur, Raissa Anggiani, Meiska, dan Shanna Shannon.

Di tengah lautan penonton yang larut dalam alunan musik, konser ini menghadirkan bukan hanya hiburan, tapi juga misi yang lebih dalam: merawat identitas bangsa di tengah derasnya arus budaya global.

“Ini bukan sekadar konser,” kata panitia GEMA Kampus 2025 saat membuka acara. “Ini adalah panggung kebudayaan, ruang refleksi dan bentuk cinta kami terhadap Indonesia.”

Festival ini merupakan bagian dari rangkaian kegiatan yang juga mencakup Dialog Kebangsaan di Baruga A.P. Pettarani, menghadirkan para musisi, seniman, dan Rektor Unhas.

Tujuannya tak lain mendorong anak muda menengok kembali jati diri bangsa dalam era globalisasi yang kian mendesak batas.

Namun di luar panggung besar dan pesan kebangsaan, terselip cerita-cerita kecil yang tak kalah penting: cerita tentang mahasiswa yang menemukan pelipur lelahnya dalam alunan musik.

Bagi Vidya Ramadhani, mahasiswa FISIP Unhas angkatan 2024, kehadirannya malam itu adalah bagian dari upaya menjaga kewarasan mental di tengah padatnya aktivitas akademik.

“Sebenarnya mood-nya dua-duanya, sih,” ujarnya sambil tersenyum, merujuk pada motivasi ikut konser. “Pasti FOMO juga, tapi ini juga bagian dari healing. Benar kata Kak Gheva, menjelang final kayaknya kita butuh healing dulu.”

Vidya tidak sendiri. Gheva, mahasiswa FISIP angkatan 2023, mengaku hadir karena konser ini menghadirkan musisi yang ia sukai. Ia menyebut, menikmati musik favorit secara langsung adalah bentuk penyembuhan dari tekanan perkuliahan.

“Kalau saya, ini termasuk healing. Kalau datang ke konser yang artisnya kita sukai, itu rasanya menyegarkan banget,” katanya, mata berbinar melihat keramaian yang meriah.

Hal senada juga diungkapkan oleh Suci Ramdhani, mahasiswa Unhas lainnya. Baginya, hidup perlu keseimbangan — antara kerja keras dan waktu untuk menyenangkan diri.

“Kalau nonton konser itu healing, sih. Supaya hidup dan kerjaan juga bisa seimbang,” ujarnya singkat.

Konser GEMA Kampus 2025 tidak hanya menjadi ruang hiburan, tetapi juga wahana yang menyatukan banyak aspek: ekspresi seni, identitas kebangsaan, dan pemulihan emosi.

Dalam dunia kampus yang sering diwarnai tekanan akademik, kehadiran konser seperti ini menjadi oase yang menenangkan.

Musisi Sujiwo Tejo dalam orasinya di panggung sempat menyinggung pentingnya seni sebagai penjaga kewarasan. “Negeri ini bukan hanya butuh insinyur dan ilmuwan, tapi juga puisi dan lagu. Karena jiwa bangsa diselamatkan oleh budaya,” katanya disambut tepuk tangan meriah.

Unhas, sebagai tuan rumah, memposisikan konser ini sebagai bentuk diplomasi kebudayaan dan bagian dari tanggung jawab perguruan tinggi dalam menciptakan ruang dialog yang seimbang antara kemajuan teknologi dan pelestarian nilai-nilai kebangsaan.

Salah satu panitia menegaskan, GEMA Kampus 2025 adalah pernyataan bahwa kampus bukan hanya ruang akademik, tetapi juga ruang hidup, tempat mahasiswa menjadi utuh sebagai manusia, tidak hanya berpikir tapi juga merasa.

Dan malam itu, di bawah bintang dan sorotan panggung, ratusan wajah muda bernyanyi bersama — menertawakan stres, merayakan kehidupan, dan mengisi kembali energi untuk menghadapi hari-hari ujian yang kian dekat.

Di antara lantunan lagu-lagu dan pekik kegembiraan, ada pesan yang tersampaikan tanpa perlu dikatakan, konser bukan hanya soal musik. Ia bisa jadi tempat pulang yang lain — tempat hati beristirahat, walau hanya untuk semalam.

(Pander Joshua Nababan / Unhas.TV)