MAKASSAR, UNHAS.TV - Ribuan pengunjuk rasa turun ke jalan menuntut Presiden Korea Selatan Yoon Suk Yeol turun dari tahta kepresidenan seusai memberlakukan status darurat militer. Pemerintah sudah menurunkan ribuan tentara, 300 di antaranya menjaga gedung parlemen.
Presiden Korea Selatan Yoon Suk Yeol menyebutkan, status darurat militer diberlakukan untuk melindungi negeri dari pengaruh komunisme Korea Utara dan kelompok sempalan yang meronrong negeri.
Pemimpin partai oposisi terbesar di negara itu, Lee Jae-myung, dari Partai Demokrat liberal, meminta anggota parlemennya untuk berkumpul di parlemen guna menolak deklarasi tersebut. Ia juga meminta warga Korea Selatan untuk hadir di parlemen sebagai bentuk protes.
"Tank, pengangkut personel lapis baja, dan tentara bersenjata dan bersenjata pisau akan memerintah negara ini... Warga negara saya sekalian, silakan datang ke Majelis Nasional," ujar Lee Jae-myung.
Sesaat setelah seruan itu, ribuan orang bergegas berkumpul di luar parlemen yang kini dijaga ketat. Para pengunjuk rasa meneriakkan: "Tidak ada darurat militer!" dan "hancurkan kediktatoran".
Darurat militer adalah pemerintahan sementara oleh otoritas militer di masa darurat, ketika otoritas sipil dianggap tidak dapat berfungsi.
Terakhir kali darurat militer diberlakukan di Korea Selatan adalah pada tahun 1979, ketika diktator militer yang berkuasa lama di negara itu, Park Chung-hee, dibunuh dalam satu kudeta.
Darurat militer tidak pernah diberlakukan lagi sejak negara itu menjadi negara demokrasi parlementer pada tahun 1987.
Namun pada hari Selasa, Yoon menarik pelatuknya, dengan mengatakan dalam pidato nasional bahwa ia berusaha menyelamatkan Korea Selatan dari "pasukan anti-negara".
Yoon, yang telah mengambil sikap yang jauh lebih keras terhadap Korea Utara daripada para pendahulunya, menggambarkan oposisi politik sebagai simpatisan Korea Utara - tanpa memberikan bukti.(*)