MAKASSAR, UNHAS.TV - Jepang dikenal dengan kebijakan sosial yang progresif dan sistem pendidikan yang inovatif. Salah satu program yang menarik perhatian adalah konsep makan siang bergizi gratis di sekolah, yang telah diterapkan di banyak daerah di Jepang sejak era Meiji, lebih dari 100 tahun yang lalu.
Program makan bergizi ini bukan hanya tentang pemberian makanan, tetapi juga tentang bagaimana pendidikan terkait kesehatan dan pengelolaan makanan dapat mendukung perkembangan anak-anak.
Program makan siang ini menjadi bagian dari budaya sekolah yang khas di Jepang dan memiliki dampak positif bagi kesehatan dan kebiasaan makan anak-anak.
Dosen Sastra Jepang di Universitas Hasanuddin, Meta Sekar Puji Astuti SS MA PhD yang pernah tinggal di Jepang selama sekira delapan tahun, memberikan wawasan mendalam mengenai keberhasilan program ini.
Menurut Meta, sistem makan siang gratis di Jepang sudah terstruktur dengan baik, dengan menu seimbang yang terdiri dari nasi, protein, dan susu.
“Kyoshoku, yaitu makan siang di sekolah, memiliki sistem yang terkonsep dengan baik. Selain menu bergizi, makan siang ini juga berkolaborasi dengan restoran lokal, dan anak-anak terlibat dalam kegiatan seperti membagikan makanan atau beres-beres setelah makan," ujarnya.
Selain manfaat kesehatan, program ini juga mengajarkan nilai moral, seperti sikap menghargai makanan dan menjaga kesehatan tubuh.
Siswa diajarkan untuk mengunyah makanan dengan benar dan mensyukuri makanan yang akan dimakan. Bahkan, sebelum makan, mereka diajarkan untuk memikirkan cara mereka memperlakukan makanan dengan penuh rasa syukur dan perhatian.
"Jadi makan siang ini bukan sekadar soal menu, tetapi juga pendidikan rasa dan sikap," tambah alumnus Universtas Keio, Tokyo, Jepang ini.
Meskipun terdengar seperti program yang sepenuhnya gratis, pemegang gelar sarjana sastra dari Fakultas Sastra Universitas Gadjah Mada (UGM) ini menambahkan, ada kontribusi dari orang tua untuk memastikan kelancaran dan keberlanjutan program ini.
"Orang tua juga memiliki peran penting dalam mendukung program makan siang ini," jelas Meta. "Dengan kontribusi mereka, program ini dapat berjalan dengan baik dan memberikan manfaat yang besar bagi anak-anak," ungkap Meta yang menempuh pendidikan S2 di Universitas Ohio, Athens, USA.
Meta juga menekankan bahwa Indonesia seharusnya bisa mengambil pelajaran dari Jepang dan negara-negara lain yang sudah sukses dengan program makan siang bergizi gratis, seperti Eropa, Korea, dan China.
"Makanan bergizi bisa disediakan dengan harga terjangkau, bahkan bahan-bahan lokal seperti kelor bisa menjadi alternatif yang baik untuk memenuhi kebutuhan gizi anak-anak," ujarnya.
Namun, dia juga mengingatkan bahwa tantangan terbesar di Indonesia adalah bagaimana memulai dengan niat dan usaha yang kuat.
"Indonesia harus memiliki keinginan untuk membuat program ini berhasil. Jangan hanya mengikuti tren negara lain, tetapi buatlah program ini dengan niat yang tulus dan pemikiran yang matang," kata Meta.
"Gizi seimbang sangat penting, dan ini harus menjadi perhatian pemerintah agar kesehatan generasi mendatang dapat terjamin,” tambahnya.
Dengan upaya bersama antara pemerintah, masyarakat, dan orang tua, program makan siang bergizi gratis di Indonesia dapat menjadi kenyataan, membawa manfaat besar bagi kesehatan dan pendidikan anak-anak di seluruh negeri. (*)
(Andrea Ririn/UnhasTV)