UNHAS.TV - Infrastruktur yang tiba-tiba retak, jalan cepat rusak, bahkan bangunan ambruk bisa jadi bukan semata akibat konstruksi yang buruk, tapi karena abainya kita terhadap aspek geologi teknik.
Hal tersebut disampaikan langsung oleh Prof. Dr. Ir. Busthan Azikin, M.T., Guru Besar Departemen Teknik Geologi Fakultas Teknik Unhas dalam program Unhas Speak Up.
Dalam bincang tersebut, Prof. Busthan menegaskan bahwa geologi teknik merupakan cabang ilmu geologi yang secara spesifik mempelajari respon tanah dan batuan saat dibangun infrastruktur di atasnya.
“Geologi teknik itu mempelajari bagaimana tanah dan batuan merespons bangunan. Kalau diabaikan, maka dampaknya bisa berupa longsor, bangunan roboh, atau bahkan bencana besar,” ujar Prof. Busthan.
Ia juga mencontohkan Waduk Bakaru di Kabupaten Pinrang, Sulawesi Selatan, yang mengalami pendangkalan akibat sedimentasi tinggi. Hal ini sempat menyebabkan pemadaman bergilir karena pasokan air ke turbin PLTA berkurang drastis.
“Dulu kapasitas tampung waduk bisa 9 juta meter kubik, tapi saat diteliti hanya tinggal 1 juta. Ini akibat pendangkalan yang tidak diperhitungkan secara geoteknik,” jelasnya.
Prof. Busthan menekankan bahwa Indonesia adalah negara yang secara geologi sangat kompleks karena berada di pertemuan tiga lempeng besar: Eurasia, Indo-Australia, dan Pasifik.
Kondisi ini membuat Indonesia rawan terhadap berbagai bencana geologi seperti gempa bumi, tsunami, longsor, hingga likuifaksi.
“Sebenarnya sudah ada peta gempa, peta tanah longsor, dan peta sesar aktif yang dibuat oleh Badan Geologi. Tapi sayangnya belum semua proyek infrastruktur di Indonesia menggunakan referensi ini,” jelasnya.
Ia juga menyoroti pentingnya kolaborasi lintas disiplin dalam membangun infrastruktur, termasuk teknik sipil, teknik lingkungan, arsitektur, dan tentu saja geologi teknik.
“Dalam pembangunan, ada tahap survei, investigasi, desain, konstruksi, operasional, hingga perawatan. Di semua tahap itu geologi teknik terlibat,” tegasnya.
Sebagai penutup, Prof. Busthan mengingatkan bahwa geologi teknik bukan sekadar ilmu akademik, tetapi berdampak langsung pada keselamatan manusia dan keberlanjutan pembangunan.
“Bumi itu dinamis. Kalau kita membangun tanpa memperhatikan geologi teknik, maka yang dipertaruhkan bukan hanya bangunan, tapi nyawa dan biaya ekonomi masyarakat,” pungkasnya.
Melalui wawancara ini, Unhas.TV mengajak seluruh pihak, baik pemerintah, profesional, maupun akademisi, untuk menjadikan aspek geologi teknik sebagai faktor utama dalam perencanaan dan pembangunan infrastruktur, demi menciptakan pembangunan yang aman dan berkelanjutan.
(Venny Septiani Semuel / Unhas.TV)