Mahasiswa
News
Program
Unhas Story

Menginternasionalkan yang Lokal, Cerita di Balik MUN Unhas dan Gairah Diplomasi Anak Muda Timur Indonesia



Indhie Rina Tamandalan, Sekjen MUN Mahasiswa Unhas 2025


Tahun ini, Makassar MUN mengusung tema History, Culture, and Maritime, sebuah tema yang bagi keduanya punya makna yang lebih besar dari sekadar slogan konferensi.

“Kami ingin menginternasionalkan penduduk lokal, dan melokalkan yang internasional,” kata Al dengan lantang.

Menurutnya, diplomasi selalu dianggap sebagai sesuatu yang jauh, hanya urusan diplomat, urusan orang luar negeri. Stigma itu ingin mereka ubah.

Dengan mengangkat isu-isu maritim, budaya, dan sejarah, panitia ingin mengajak peserta, baik yang dari Indonesia maupun mancanegara, untuk melihat bahwa “dunia internasional” juga bisa berbicara tentang persoalan lokal.

Indhie kemudian menambahkan penjelasan yang lebih filosofis. “Makassar itu terbungkus oleh maritim,” jelasnya. “Dari gua hingga telo, sejarah kita sangat berkaitan dengan laut. Bahkan diplomasi sudah ada sejak dulu dalam bentuk-bentuk tradisional masyarakat maritim.”

Itulah yang membuat Makassar MUN berbeda dari MUN di Jakarta, Malang, atau Yogyakarta. “Kami gali apa yang khas dari Makassar. Apa cerita yang dunia perlu tahu dari timur Indonesia,” katanya.

Konferensi Internasional di Tanah Makassar

Tahun ini, Makassar MUN diadakan secara hybrid pada 14–16 November. Lebih dari 100 peserta dari dalam dan luar negeri ambil bagian. Delegasi hadir dari Amerika Serikat, Italia, Malaysia, Denmark, dan berbagai daerah di Indonesia.

Salah satu kebanggaan panitia adalah kuatnya jaringan kolaborasi. “Kami bekerja sama dengan berbagai lembaga, termasuk Konsulat Australia, KBRI Denmark, KBRI USA, hingga sejumlah perusahaan,” ujar Indhie.

Bahkan, Makassar MUN menjalin kemitraan dengan perusahaan transportasi Vietnam, Vreen—taksi hijau yang mulai banyak terlihat di Makassar.

Konferensi dirancang berlapis-lapis: mulai dari opening ceremony, kemudian sesi konferensi diplomasi, kompetisi negosiasi, hingga social night yang digelar di atas kapal Pinisi. “Kami ingin delegasi luar negeri merasakan budaya maritim Makassar secara langsung,” kata Al.

Muhammad Afhahal Mukmin, Director General of Makassar MUN 2025. (dok unhas tv)


Di hari terakhir, panitia akan menyerahkan penghargaan bagi delegasi terbaik—pengakuan atas kemampuan berdiplomasi, berargumen, hingga bekerja sama dalam simulasi sidang internasional.

Satu hal lain yang membuat Makassar MUN tahun ini spesial adalah besarnya partisipasi pelajar SMP dan SMA. Panitia bahkan melakukan kunjungan ke sekolah-sekolah untuk memperkenalkan MUN sebagai ruang belajar yang inklusif.

“Anak SMP dan SMA punya peluang besar untuk belajar diplomasi sejak dini,” ujar Al. “Mereka bisa melihat bahwa kompetisi bukan hanya olahraga atau matematika. Ilmu sosial juga punya ruangnya.”

Lebih dari itu, MUN menjadi ruang pengembangan diri. “Bisa jadi batu loncatan bagi mereka yang masih bingung menentukan masa depan,” tambahnya. “Mereka belajar soal isu global, pergaulan internasional, dan membangun jaringan sejak muda.”

Indhie menutup dengan satu pesan: “MUN bukan hanya tentang menjadi diplomat. Ini soal bagaimana kita belajar memahami dunia dan diri sendiri.”

Dari ruang kecil di Unhas TV, cerita keduanya menghadirkan gambaran besar: bahwa diplomasi bukan hanya milik gedung-gedung Kementerian Luar Negeri.

Ia bisa tumbuh di UKM kampus, di ruang kelas, bahkan di ruang diskusi anak SMA yang baru belajar berdebat.

MUN Unhas, dengan semua semangat mudanya, mencoba menjembatani dunia lokal dan global—sebuah upaya pelan namun pasti dari timur Indonesia untuk ikut menyuarakan masa depan diplomasi bangsa. (*)