UNHAS.TV - Suasana di GOR JK Arenatorium, Universitas Hasanuddin, mendadak hening ketika Abimanyu Suryadi, Manager HC Services PT Pertamina Hulu Energi (PHE), menyampaikan keluh kesahnya soal perilaku pencari kerja di ruang wawancara.
Dengan nada tegas, ia menekankan bahwa kunci utama lolos rekrutmen bukan hanya keterampilan teknis, melainkan pemahaman mendalam tentang perusahaan yang dituju.
“Banyak kandidat yang datang tanpa tahu apa-apa tentang perusahaan. Itu membuat saya frustrasi,” ujarnya di hadapan ratusan mahasiswa dan pencari kerja, Jumat pekan lalu.
Menurut Abimanyu, wawancara kerja adalah kesempatan emas untuk menunjukkan kesiapan dan kesungguhan. Namun, kesempatan itu kerap terbuang karena kandidat tidak bisa menjelaskan profil, visi, atau ruang lingkup perusahaan tempat mereka melamar.
Abimanyu menegaskan, persaingan kerja di era sekarang semakin ketat. Gelar pendidikan dan daftar pengalaman belum tentu cukup jika pelamar tidak bisa menunjukkan minat dan pemahaman yang konkret terhadap perusahaan.
“Apapun jenis pekerjaannya, pahami dan kenali dulu perusahaan yang dituju. Itu hal paling dasar,” katanya.
Ia menyebut, hal ini bukan sekadar formalitas. Perusahaan ingin melihat apakah calon karyawan benar-benar memahami nilai dan tujuan lembaga, bukan hanya mencari gaji atau status.
“Kalau pelamar saja tidak tahu perusahaan ini bergerak di bidang apa, bagaimana bisa kita percaya mereka siap bekerja?” tambahnya.
Selain kesiapan materi wawancara, Abimanyu juga menekankan pentingnya praktik nyata dalam keseharian. Ia memperkenalkan konsep “3M”: mulai dari diri sendiri, mulai dari sekarang, dan mulai dari hal kecil.
Menurutnya, perubahan besar berawal dari langkah sederhana yang konsisten. Ia bahkan mengutip pepatah klasik dari filsuf Tiongkok, Lao Tzu, “Perjalanan seribu mil dimulai dari satu langkah.”
“Kalau kita menunggu hal besar untuk berubah, kita tidak akan pernah bergerak. Mulailah dari hal kecil, dari diri sendiri,” ucapnya.
Dalam paparannya, Abimanyu juga menyinggung tantangan era disrupsi yang penuh ketidakpastian. Dunia kerja, katanya, kini bergerak lebih cepat dari sebelumnya.
Teknologi, otomatisasi, hingga pola bisnis global membuat perusahaan membutuhkan individu yang gesit beradaptasi. Ia lalu mengutip pepatah pelaut, “Kita memang tidak bisa mengubah arah angin, tapi kita bisa menyesuaikan layar.”
Inti dari pesan itu, jelas Abimanyu, adalah fleksibilitas dan kesiapan menghadapi perubahan. Menurutnya, dunia kerja tidak lagi memberi ruang bagi mereka yang kaku dan lamban menyesuaikan diri.
“Kuncinya ada pada adaptasi. Mereka yang cepat menyesuaikan diri akan bertahan dan maju,” ujarnya.
Pesan ini disambut serius oleh para peserta. Sejumlah mahasiswa mengaku mendapat perspektif baru tentang pentingnya riset sebelum wawancara.
“Selama ini kami hanya fokus pada latihan menjawab pertanyaan umum. Ternyata yang utama adalah memahami perusahaan,” kata Rani, salah seorang peserta.
Abimanyu menutup sesinya dengan ajakan agar para pencari kerja tidak hanya berorientasi pada hasil, tetapi juga proses.
“Rekrutmen bukan sekadar tentang diterima atau ditolak. Ia adalah cermin tentang bagaimana Anda mempersiapkan diri. Mulailah dari sekarang, jangan menunda,” pungkasnya.
(Amina Rahma Ahmad / Unhas.TV)