
"Prof Basri ini yang tandatangani ijazah saya. Beliau guru saya. Beliau yang kasih saya uang Rp 150 ribu setelah menciptakan Tiran: Tikus Diracun Amran," ujarnya.
Amran melanjutkan, sejumlah negara tetangga Indonesia menghadapi krisis pangan yang ditandai dengan berkurangnya pasokan dan naiknya harga pangan. Bahkan di Jepang, sempat terjadi antrean panjang orang mencari beras.
Atas dasar itu, pemerintah Indonesia di bawah pimpinan Presiden Prabowo mencanangkan program utama yakni swasembada pangan, makan bergizi, ketahanan energi (biofuel), dan hilirisasi.
"Jadi Menteri Pertanian itu penuh tekanan. Kalau beras mahal, konsumen marah. Beras murah, petani marah. Harga beras normal, pengusaha menggerutu. Awal-awal pemerintahan Pak Prabowo, kami ditargetkan untuk memenuhi swasembada pangan paling lambat empat tahun. Kini dipercapat, kalau bisa satu tahun. Stres saya, sampai-sampai saya harus dirawat di rumah sakit di Singapura karena vertigo," ujarnya.
Namun, berkat berbagai upaya strategis, kondisi pertanian Indonesia makin memperlihatkan kemajuan. Percetakan sawah terus digenjot, penyediaan pupuk dan benih dijaga, pengairan dijaga, dan distribusi serta pengendalian harga diawasi.
Upaya ini menunjukkan terjadi penurunan impor pangan yang sangat nyata. Salah satu dampaknya yakni harga beras asal Thailand menurun drastis yakni 650 Dollar AS per ton menjadi 390 Dollar AS per ton. Ini penurunan paling rendah yang pernah dialami Thailand selama delapan tahun terakhir. Penurunan itu karena Indonesia berusaha menghentikan impor beras dari negara itu.
"Tidak ada negara di dunia yang menginginkan kedaulatan pangan di Indonesia karena Indonesia adalah pasar pangan terbesar di dunia. Bayangkan, ada pihak yang bisa untung puluhan triliun dari impor pangan yang dilakukan Indonesia padahal pekerjaan mereka hanya selama dua bulan," ujarnya.
Andi Amran juga mengungkapkan terima kasihnya khusus kepada Polri dan TNI yang turut membantu Kementrian Pertanian mengatasi kecurangan-kecurangan akibat pemalsuan pupuk serta beras oplosan. Pada satu kasus, misalnya, beras dengan patahan sekitar 45 persen dijual ke konsumen sama dengan standar maksimal 25 persen untuk beras medium dan maksimal 15 persen untuk beras premium.
"Insya Allah, jika kita semua bekerja keras, Indonesia bisa jadi pemasok dan produsen pangan terbesar di dunia. Kuncinya, ada di kerja keras dan komitmen," ujar Andi Amran.(*)