MAKASSAR, UNHAS.TV - Menunda-nunda waktu atau lebih dikenal dengan istilah Procrastinate, sering dikaitkan dengan sifat malas. Penelitian terbaru membantah dugaan itu.
Secara etimologis, "Procrastinate" berasal dari kata kerja Latin "procrastinare" yang berarti menunda sampai besok. Kata Procrastinate juga bisa dilacak dari kata Yunani kuno "akrasia" yakni melakukan sesuatu yang tidak cocok dengan penilaian kita.
DR Tim Pychyl, professor psikologi di Carleton University, Ottawa, Kanada, menyebutkan, sifat menunda-nunda waktu umumnya tidak berkaitan dengan kesulitan mengelola waktu. Faktor pemicunya lebih banyak terkait dengan emosi, perasaan tidak nyaman, tertekan, sikap percaya diri yang berkurang, perasaan bersalah, dan perasaan tidak berguna di lingkungan sekitar.
Faktor-faktor tersebut kemudian mendorong seseorang untuk menunda banyak hal karena dalam pikiran mereka, kalaupun dikerjakan, toh tidak ada gunanya. Pada tahap ini, pengidap Procrastinate sudah tidak memiliki lagi motivasi untuk menuju tahap pencapaian. Tantangan bukan lagi sesuatu yang harus dilalui.
Makanya, bagi pengidap Procrastinate, mereka lebih cenderung melakukan hal yang bisa menyenangkan hatinya. Misalnya, menonton televisi, main game, bahkan pada tahap yang lebih parah, mereka terobsesi dengan tayangan porno.
"Otak kita selalu mencari imbalan yang relatif. Jika kita memiliki kebiasaan menunda-nunda tetapi kita belum menemukan imbalan yang lebih baik, otak kita akan terus melakukannya berulang-ulang sampai kita memberikan sesuatu yang lebih baik untuk dilakukan," kata psikiater dan ahli saraf DR Judson Brewer, Direktur Penelitian dan Inovasi di Mindfulness Center Brown University.
Lalu bagaimana menghilangkan sifat tersebut? Ada dua pendekatan yang bisa dilakukan: internal dan ekseternal.
Pada sisi internal, mereka yang suka menunda-nunda pekerjaan, seharusnya mendata hal apa saja yang sering mereka lakukan selama ini lalu mengklasifikasikan: mana yang harus dihentikan, dan mana yang harus dilanjutkan.
Pendekatan internal lainnya, mulai memaafkan diri sendiri. Penelitian yang dilakukan oleh Michael JA Wolf, Timothy A Phychyl, dan Shannon H Bennet terhadap 119 mahasiswa baru Universitas Carleton, Ottawa, Kanada, pada tahun 2010 menemukan fakta bahwa mahasiswa yang belajar berdamai dengan dirinya, cenderung mulai meninggalkan sikap menunda-nunda waktu. Penelitian itu bisa dibaca di sini https://law.utexas.edu/wp-content/uploads/sites/25/Pretend-Paper.pdf
Cara lainnya yakni mengubah suasana sekitar. Mungkin dengan mengubah ruangan bisa menghilangkan faktor menunda waktu. Atau memilih libur sejenak demi memutus sikap-sikap menuda waktu.
Pada sisi eksternal, diperlukan sistem dukungan yang mumpuni. Sahabat dan keluarga merupakan faktor yang membuat seseorang lebih semangat dan lebih menghargai kemampuan dirinya.(amir pr)