Kesehatan
News
Tahukah Kamu?

Emosi Bisa Bikin Tubuh Memberi Respon Tak Terduga, Salah Satunya Cegukan, Kenapa Bisa?

undefined

UNHAS.TV - Tahukah Anda bahwa tubuh memiliki cara tersendiri dalam “berbicara” tentang apa yang sedang kita rasakan?

Saat seseorang merasa gugup sebelum wawancara, marah karena lalu lintas macet, atau terlalu gembira saat menerima kabar baik, tubuh sering kali merespons tanpa kita sadari.

Salah satu reaksi paling umum yang terlihat sederhana, tapi sesungguhnya kompleks, adalah cegukan.

Menurut dr. Marhaen Hardjo, M.Biomed., Ph.D., Ketua Departemen Biokimia Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin, emosi memiliki kaitan erat dengan mekanisme kerja sistem saraf dan otot tubuh, termasuk diafragma --otot utama dalam proses pernapasan.

Saat seseorang mengalami stres, cemas, atau bahkan gembira berlebihan, sistem saraf otonom dapat mengalami gangguan sementara.

“Sinyal dari otak ke otot pernapasan bisa terganggu, menyebabkan kontraksi tiba-tiba pada diafragma yang menghasilkan suara khas ‘hik’,” ujarnya.

Cegukan, yang dalam istilah medis dikenal sebagai singultus, sebenarnya merupakan refleks alami tubuh yang menandakan adanya ketidakseimbangan pada sistem saraf atau saluran pernapasan.

“Emosi yang intens seperti stres atau kecemasan bisa memicu cegukan. Begitu pula dengan beberapa kondisi medis seperti refluks asam, stroke, gangguan lambung, atau efek samping obat-obatan tertentu seperti anestesi dan obat penenang,” tambah dr. Marhaen.

Namun, apa sebenarnya yang terjadi di balik “dialog” antara emosi dan tubuh ini?

Sebuah studi yang diterbitkan di Frontiers in Neuroscience (2023) menjelaskan bahwa sistem saraf otonom, yang mengatur fungsi vital seperti pernapasan, detak jantung, dan pencernaan, dapat bereaksi secara langsung terhadap emosi.

Ketika seseorang merasa stres, otak melepaskan hormon seperti adrenalin dan kortisol yang memengaruhi irama napas dan kontraksi otot. Jika respons ini tidak terkendali, bisa muncul gejala fisik seperti cegukan, keringat dingin, atau bahkan nyeri perut.

Dalam konteks psikofisiologi, tubuh dan pikiran tidak bekerja secara terpisah. Emosi berlebih dapat “mempengaruhi” saraf frenikus, yaitu saraf yang mengendalikan diafragma.

Aktivasi berlebihan pada saraf ini akibat stres dapat menimbulkan kontraksi tak teratur, itulah yang menyebabkan cegukan muncul tanpa diduga.


Ketua Departemen Biokimia Fakultas Kedokteran Unhas dr Marhaen Hardjo MBiomed PhD. (dok unhas.tv)


Fenomena ini menunjukkan betapa kuatnya hubungan antara pikiran dan tubuh. “Ketika seseorang tidak mampu mengelola emosinya dengan baik, tubuh sering kali yang mengambil alih dan menunjukkan tanda-tanda ketidakseimbangan,” jelas dr. Marhaen.

Cegukan, Cermin dari Kondisi Internal

Meski sering dianggap sepele, cegukan yang muncul berulang kali bisa menjadi cermin kondisi internal tubuh.

Penelitian oleh Mayo Clinic Proceedings (2022) menemukan bahwa cegukan yang berlangsung lebih dari 48 jam dapat mengindikasikan adanya gangguan sistem saraf pusat atau masalah metabolik seperti gangguan elektrolit dan diabetes.

Namun, untuk sebagian besar orang, cegukan hanyalah sinyal kecil bahwa tubuh sedang “terkejut” oleh emosi atau perubahan fisik yang tiba-tiba. “Cegukan adalah alarm biologis kecil,” kata dr. Marhaen.

“Ia memberi tahu kita bahwa ada sesuatu yang tidak seimbang—baik secara emosional maupun fisiologis,” jelas mantan dekan Fakultas Kedokteran Universitas Bosowa ini. 

Tubuh memiliki kemampuan luar biasa untuk beradaptasi, tetapi kemampuan itu sangat bergantung pada kestabilan emosi dan gaya hidup.

Marhaen menekankan pentingnya menjaga keseimbangan melalui kebiasaan sederhana: tidur cukup, olahraga teratur, dan teknik relaksasi seperti meditasi atau pernapasan dalam.

“Menjaga emosi tetap stabil bukan hanya baik untuk pikiran, tapi juga untuk seluruh sistem tubuh,” katanya.

Ia juga menyarankan agar seseorang memperhatikan pola makan dan menghindari kebiasaan seperti merokok atau konsumsi alkohol berlebih, karena dapat memperparah reaksi tubuh terhadap stres.

Sebuah publikasi di Harvard Health Publishing (2024) menegaskan hal serupa: tubuh dan pikiran terhubung dalam satu sistem biologis yang kompleks.

Ketika pikiran tidak tenang, sistem imun, pencernaan, hingga kardiovaskular turut merasakan dampaknya.

Cegukan hanyalah satu dari sekian banyak contoh bagaimana tubuh mengekspresikan emosi yang terpendam. Tubuh berbicara dengan caranya sendiri, dan setiap “hik” kecil bisa menjadi pengingat bahwa kita perlu berhenti sejenak, menarik napas, dan menenangkan diri.

Akhirnya, menjaga kesehatan bukan sekadar soal fisik, tapi juga keseimbangan antara pikiran dan perasaan.

“Tubuh adalah cermin emosi. Ketika pikiran terganggu, tubuh akan selalu menemukan cara untuk memberitahu kita,” pungkas dokter Marhaen.

(Venny Septiani Semuel / Unhas.TV)