UNHAS.TV - Kuliner di sekitar kampus Universitas Hasanuddin bukan sekadar pengisi perut. Ia adalah bagian dari ritus harian yang penuh cerita, tentang antrean, pedasnya sambal, dan kehangatan seperti di rumah.
Hari belum sepenuhnya siang ketika deretan mahasiswa mulai memenuhi sebuah warung kecil di bilangan Kampus Unhas, Tamalanrea.
Di balik papan bertuliskan “Skage”, aroma ayam goreng panas dan sambal geprek yang menguar jadi penanda bahwa waktu makan telah tiba.
“Kalau ke Skage, jangan lupa pesan sambalnya level maksimal,” ujar Andi Muhammad Ivan M., mahasiswa Fakultas Kehutanan Unhas, sembari tergelak. “Tapi ya siap-siap juga lidah terbakar,” tambahnya.
Warung Skage memang bukan tempat makan biasa. Di antara ratusan kios kuliner yang tersebar di sekitar Universitas Hasanuddin, tempat ini punya tempat khusus di hati para mahasiswa.
Bukan hanya karena sambalnya yang pedas atau ayamnya yang digoreng kering, tapi karena satu hal yang sangat penting bagi mahasiswa, nasi bisa nambah sepuasnya.
“Pas akhir bulan, Skage penyelamat hidup,” kata Ivan. Ia mengaku hampir setiap minggu mampir, apalagi setelah praktikum atau kuliah lapangan. “Harganya bersahabat, porsinya memuaskan,” katanya.
Menu Prasmanan Ala Rumahan
Tak jauh dari Skage, sekitar lima menit berjalan kaki, ada satu tempat makan lain yang tak kalah legendaris, Dadar Dowerrr.
Rumah makan prasmanan ini dikenal dengan sajian rumahan yang sederhana, namun membuat pelanggan merasa seperti sedang makan di dapur sendiri.

Nur Halisya Mahasiswa Keperawatan Unhas. (dok unhas.tv)
“Setiap masuk ke Dadar Dowerrr, saya langsung ingat masakan ibu,” kata Nur Halisya, mahasiswa Fakultas Keperawatan. “Saya paling suka sambal tempe dan tumis kangkungnya. Rasanya nggak neko-neko, tapi bikin kangen.”
Dadar Dowerrr mengusung konsep makan prasmanan, pengunjung bebas memilih lauk yang mereka suka dari sederet panci dan baskom besar.
Ada telur balado, ikan goreng, capcay kuah, hingga sup ceker ayam. Semua bisa diambil dalam porsi besar, dengan harga yang tetap ramah kantong. Satu piring penuh biasanya dihargai Rp15.000 sampai Rp20.000, tergantung sedikit-banyaknya lauk.
Tidak seperti warung-warung modern yang mulai beralih ke sistem digital, kedua tempat makan ini masih mengandalkan sistem tradisional, pilih lauk, tunjukkan ke kasir, bayar tunai. Mungkin karena itu pula, suasananya terasa lebih akrab.
Di meja-meja kayu panjang, mahasiswa dari berbagai fakultas bisa duduk berdampingan, makan bersama, dan bercakap-cakap tentang apapun: dari skripsi, tugas kelompok, sampai urusan cinta.
Dalam satu dekade terakhir, kawasan sekitar kampus Unhas memang berkembang pesat. Toko-toko, kafe, dan tempat makan menjamur di sepanjang Jalan Perintis Kemerdekaan.
Namun, Warung Skage dan Dadar Dowerrr tetap bertahan, bahkan semakin ramai. Mereka tidak menjual konsep atau gaya hidup. Mereka menjual kenyang.

Warung Makan Dadar Dowerrr di sekitar pondokan kampus Unhas Tamalanrea. (dok unhas.tv)
Setiap mahasiswa punya versi sendiri tentang "makanan wajib coba" di sekitar Unhas. Tapi dua nama itu—Skage dan Dadar Dowerrr—selalu muncul dalam daftar teratas.
Seperti warung sari laut di dekat kos atau kopi saset favorit saat lembur, tempat-tempat ini menjadi bagian dari kehidupan kampus yang tak tercatat dalam silabus.
“Kalau saya lulus nanti, mungkin yang paling saya rindukan ya dua tempat itu,” ujar Nur Halisya pelan. “Karena di situ saya banyak tertawa, banyak ngobrol, dan ya... banyak kenyang.”
Begitulah, bagi mahasiswa Unhas, kuliner bukan sekadar urusan perut. Ia adalah bagian dari perjalanan akademik, kenangan bersama teman-teman, dan mungkin, satu dari sedikit kemewahan yang bisa mereka nikmati di tengah padatnya tugas.
Jadi, jika suatu hari Anda berkunjung ke Kampus Merah, luangkan waktu menyusuri jalanan di sekitarnya. Cobalah sambal Skage yang membakar lidah, atau nikmati sepiring nasi hangat dengan lauk pilihan di Dadar Dowerrr. Di sanalah, kenangan itu menunggu untuk dikenang.
(Amina Rahma Ahmad / Unhas.TV)