Kesehatan

Microsleep: Tidur Sekejap Nyawa Melayang, Saat Otak Mati Suri di Tengah Aktivitas

UNHAS.TV - Fenomena microsleep menjadi ancaman diam-diam yang kerap disepelekan. Ia hadir tanpa permisi, lalu mengubah aktivitas rutin menjadi tragedi.

Tujuh detik bisa menentukan segalanya. Itu bukan semboyan dramatis, melainkan kenyataan yang menghantui pekerja, pengemudi, hingga pelajar yang kelelahan.

Dalam hitungan detik itu, microsleep—tidur sekejap tanpa sadar—mengambil alih otak manusia. Kesadaran terputus. Bahaya tinggal sejengkal.

Mata mungkin masih terbuka, tangan masih menggenggam kemudi atau mengetik laporan, tapi sebagian otak sudah padam. 

Kasus kecelakaan akibat microsleep bukan dongeng belaka. Beberapa kecelakaan fatal di jalan tol atau insiden kerja di pabrik seringkali bermula dari kondisi ini.

Menurut dokter spesialis saraf, dr. Raissa Alfaathir Heri, fenomena ini terjadi karena kurang tidur atau tidur yang berkualitas buruk.

“Microsleep terjadi karena sebagian dari otak kita yang tertidur, lalu bagian otak lain masih terjaga,” ujarnya saat ditemui di ruang praktiknya di Makassar.

Microsleep kerap muncul sebagai respons otak yang terlalu lama dipaksa terjaga. Tubuh bisa saja duduk tegak, namun hanya dalam 30 detik, kesadaran bisa lenyap. “Biasanya muncul akibat insomnia atau tidur yang tidak berkualitas,” kata Raissa.

Tidur yang tampaknya cukup delapan jam bisa jadi tidak efektif bila sering terbangun, mendengkur berat, atau tidak nyenyak.

Kualitas tidur, dalam pandangan medis, bukan soal lamanya waktu berbaring. Tidur dikatakan berkualitas jika berlangsung utuh, tidak terputus, dan memberikan efek segar saat bangun.

Namun dalam praktiknya, gaya hidup modern kerap merusak pola itu. Kafein di malam hari, olahraga berat setelah pukul delapan malam, dan makan larut malam adalah penyumbang utama buruknya ritme tidur.

Olah Raga Malam Picu Kortisol

>> Baca Selanjutnya