Polhum

MK Hapuskan Ambang Batas Presidential Threshold 20 Persen

MAKASSAR, UNHAS.TV - Mahkamah Konstitusi (MK) memutuskan menghapus ambang batas pencalonan presiden atau Presidential Threshold. 

Hal tersebut mencuat melalui putusan yang dibacakan oleh Ketua MH Suhartoy di Gedung MK, Jakarta, Kamis (2/1/2025). 

"Menyatakan norma Pasal 222 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2017 Nomor 182, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6109) bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat," kata Suhartoyo.

Keputusan MK itu merupakan permohonan empat mahasiswa Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Kalijaga Yogyakarta dengan nomor perkara 62/PUU-XXII/2024. 

Mereka adalah Enika Maya Oktavia, Rizki Maulana Syafei, Faisal Nasirul Haq, dan Tsalis Khorul Fatna. Pada pembacaan putusan itu, empat mahasiswa hadir melalui konferensi video karena masih berada di Yogyakarta.

Adapun permohonan serupa yang diajukan empat dosen yakni Dr Muhammad Saad MA, S Muchtadin Al Attas SH MH, Prof Dr Muhammad SIP MSi, dan Dr Dian Fitri Sabrina SH MH dengan nomor perkara 87/PUU-XXII/2024, MK menyatakan permohonan para pemohon tidak dapat diterima. Dua permohonan serupa lainnya, MK juga menyatakan permohonan para pemohon tidak dapat diterima.

Pada ketentuan sebelumnya di Pasal 222 Undang-Undang (UU) Pemilu Nomor 7 Tahun 2017 disebutkan, pasangan calon (presiden/wakil presiden) diusulkan oleh Partai Politik atau Gabungan Partai Politik Peserta Pemilu yang memenuhi persyaratan perolehan kursi paling sedikit 20% (dua puluh persen) dari jumlah kursi DPR atau memperoleh 25% (dua puluh lima persen) dari suara sah secara nasional pada Pemilu Anggota DPR periode sebelumnya.

Dalam pertimbangannya, MK menilai pengusungan pasangan calon berdasarkan ambang batas terbukti tidak efektif menyederhanakan jumlah partai politik peserta pemilu. MK juga menilai besaran ambang batas lebih menguntungkan partai politik yang memiliki kursi di DPR.

Pada pembacaan putusan itu, MK meyarankan DPR dan pemerintah untuk merevisi UU Nomor 7 Tahun 2017 untuk tidak lagi menggunakan dasar ambang batas karena membatasi hal konstitusional pemilih mendapatkan alternatif yang memadai pasangan calon presiden dan wakil presiden.

Bahkan bila partai politik peserta pemilu berjumlah 30 partai, maka 30 partai bisa menetapkan calonnya masing-masing dalam pemilihan presiden.(*)