UNHAS.TV - Di tengah kompleksitas tradisi dan kebiasaan masyarakat, seringkali ajaran agama mendapat ruang tawar-menawar. Salah satunya adalah praktik menunda pemakaman jenazah lebih dari lima waktu salat.
Meski alasan yang dikemukakan kerap terdengar manusiawi—menunggu keluarga dari luar kota atau agar jamaah salat jenazah lebih banyak—namun, secara syariat, praktik ini ternyata tak bisa dibenarkan.
Hal ini ditegaskan oleh Sekretaris Dewan Pertimbangan Majelis Ulama Indonesia (MUI) Sulawesi Selatan, Ustadz Dr Abd Rahim Razaq MPd.
Menurutnya, menyegerakan pemakaman merupakan bagian dari penghormatan terakhir kepada jenazah, dan sekaligus bentuk ketaatan terhadap syariat Islam.
“Menunda pemakaman mayat karena alasan-alasan tertentu itu ada yang bisa dibenarkan, tapi juga ada yang tidak. Misalnya hanya karena menunggu keluarga dari luar kota, atau ingin agar lebih banyak jamaah mensalatkan, itu bukan alasan syar’i yang kuat,” jelas Ustadz Rahim saat diwawancarai.
Ia menggarisbawahi bahwa Islam sangat menekankan penyelenggaraan jenazah secara cepat. Proses mulai dari memandikan, mengkafani, mensalatkan, hingga menguburkan, semestinya dilakukan sesegera mungkin setelah wafat.
Bahkan dalam sejarah Islam, pemakaman Nabi Muhammad SAW pun hanya ditunda karena alasan sangat penting: musyawarah penentuan pemimpin umat pascawafat beliau.
“Dalam ajaran agama,” lanjut Ustadz Rahim, “justru ditekankan untuk segera menyelesaikan pengurusan jenazah, agar dia segera mendapatkan balasan sesuai amalnya semasa hidup.”
Pernyataan ini bukan sekadar pengingat, melainkan kritik halus terhadap kebiasaan masyarakat yang masih mempertahankan praktik menunggu.
Menurut Ustadz Rahim, menyegerakan pemakaman sejatinya membawa manfaat spiritual bagi jenazah. Jika ia orang saleh, maka kebaikannya segera diterima di sisi Allah. Jika tidak, balasannya pun berlaku tanpa tertunda.
Dalam konteks sosial, pemakaman yang ditunda terlalu lama juga rentan menimbulkan ketidaknyamanan.
Suasana duka bisa berkepanjangan, bahkan memicu ketegangan di antara keluarga yang berbeda pandangan tentang waktu pemakaman.
MUI Sulsel melalui Ustadz Rahim mengimbau masyarakat agar lebih memahami urgensi menyegerakan pemakaman dalam bingkai syariat.
Sebab, setiap jenazah menanti akhir perjalanannya di dunia bukan dengan harap ditangguhkan, melainkan disegerakan menuju keabadian yang sudah dijanjikan.
Dengan penguatan nilai-nilai ini, diharapkan praktik penyelenggaraan jenazah di tengah masyarakat bisa berjalan sesuai tuntunan agama, tanpa harus mengorbankan ajaran demi kebiasaan.
(Rahmatia Ardi / Unhas.TV)