UNHAS.TV - Momen Hari Raya Idul Adha kerap identik dengan konsumsi daging yang lebih tinggi dari biasanya. Di balik perayaan tersebut, muncul kekhawatiran masyarakat soal peningkatan kadar kolesterol.
Yang menjadi pertanyaan, bagaimana jika seseorang sudah menerapkan pola hidup sehat, namun tetap mengalami kolesterol tinggi akibat faktor keturunan?
Dokter Spesialis Penyakit Dalam Konsultan Endokrin Universitas Hasanuddin (Unhas), Prof Dr dr Andi Makbul Aman SpPD K-EMD FINASIM, menjelaskan bahwa faktor genetik memang memiliki pengaruh besar terhadap kondisi kolesterol seseorang.
Bila dalam keluarga inti seperti ayah, ibu, atau saudara kandung ada yang pernah mengalami serangan jantung di usia muda, maka risiko serupa bisa muncul pada keturunannya.
Menurutnya, hal ini bukan hanya karena faktor genetik semata, melainkan juga pola makan dan aktivitas fisik yang cenderung serupa di dalam rumah. Namun demikian, ia menekankan bahwa risiko bukanlah kepastian.
Jika seseorang mampu memperbaiki pola makannya, rajin bergerak, menjaga berat badan ideal, tidak merokok, serta mampu mengelola stres dengan baik, maka risiko tersebut bisa ditekan secara signifikan.
Di tengah masyarakat juga beredar kebiasaan untuk menetralkan kolesterol usai makan daging dengan meminum air jeruk hangat atau air rebusan daun-daunan. Menanggapi hal ini, Prof. Makbul menyebut bahwa pemahaman tersebut tidak sepenuhnya tepat.
Menurut Ketua Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia (PAPDI) Makassar ini, jika air jeruk yang diminum dicampur dengan gula, maka kandungan kalorinya justru meningkat.
Ia menyarankan agar yang dikonsumsi adalah buah jeruk secara utuh, bukan air perasannya, sebab serat dalam buah-lah yang dibutuhkan tubuh untuk menghambat penyerapan kolesterol dalam usus.
Jenis-Jenis Kolesterol
Prof. Makbul juga menjelaskan tentang jenis-jenis kolesterol. Trigliserida, LDL, dan kolesterol total merupakan kolesterol yang bersifat ‘jahat’ karena dapat menempel di dinding pembuluh darah dan menyumbat aliran darah.
Sementara itu, HDL atau high-density lipoprotein disebut sebagai kolesterol ‘baik’ karena fungsinya justru membersihkan kolesterol dari tubuh dan membawanya ke hati untuk dibuang.
Ia menyarankan masyarakat untuk memperbanyak konsumsi sumber HDL, seperti ikan salmon, tuna, minyak zaitun, dan kacang-kacangan. Namun ia mengingatkan, cara pengolahan makanan juga penting. “Jangan sudah bagus ikannya, malah digoreng, ya sama saja,” ujarnya.
Di negara-negara Mediterania, yang masyarakatnya terbiasa mengonsumsi minyak zaitun, meskipun secara fisik terlihat gemuk, tapi risikonya terhadap penyakit jantung justru rendah karena asupan lemak baiknya tinggi.
Lebih lanjut, ia menjawab pertanyaan seputar metode diet ekstrem, seperti puasa untuk menurunkan kolesterol.
Menurutnya, pendekatan ini tidak efektif, karena 80 persen kolesterol justru diproduksi oleh hati, bukan berasal dari makanan saja.
Ia juga mengingatkan bahwa diet keto yang menekankan konsumsi tinggi lemak bisa menimbulkan masalah baru, seperti ketosis, jika dilakukan tanpa pengawasan medis.
Maka dari itu, ia menegaskan bahwa kunci utama dalam menjaga kadar kolesterol tetap sehat adalah keseimbangan. Konsumsi daging tetap diperbolehkan, namun dalam jumlah wajar, dan harus diimbangi dengan asupan serat serta aktivitas fisik.
Pemeriksaan Kolesterol dalam Darah
>> Baca Selanjutnya