UNHAS.TV - Aktivitas organisasi sering kali dianggap menjadi “dilema” tersendiri bagi mahasiswa aktif. Terutama bagi mereka yang memegang tanggung jawab besar seperti ketua lembaga.
Namun, hal ini justru menjadi tantangan yang mampu membentuk karakter dan kemampuan manajerial mahasiswa secara nyata, sebagaimana diungkapkan oleh Demisioner Presiden BEM FKM Unhas Periode 2024–2025, Pajrul Falaq.
Dalam wawancara bersama tim Unhas.TV, Pajrul membagikan pengalamannya selama menjabat sebagai presiden lembaga mahasiswa tingkat fakultas.
Ia menyebutkan bahwa sebagian besar mahasiswa yang aktif di organisasi justru juga mengambil peran dalam kegiatan kelembagaan internal kampus, seperti kepanitiaan maupun pengawalan isu-isu strategis.
“Selama menjabat, saya banyak terlibat dalam gerakan mahasiswa, baik di internal KMFKM maupun di tingkat universitas. Fokusnya tetap sama: memastikan isu-isu yang menyangkut kepentingan mahasiswa bisa dikawal dengan baik,” jelasnya.
Soal dilema antara tuntutan akademik dan tanggung jawab organisasi, Pajrul menyatakan bahwa kuncinya ada pada manajemen waktu. Menurutnya, masalah ini seharusnya sudah dipetakan sebelum mengambil amanah dalam organisasi.
“Bagi saya pribadi, itu bukan sebuah dilema yang terlalu berat. Sejak awal saya sudah membuat perencanaan, kapan harus fokus ke akademik, kapan harus aktif di organisasi. Jadi kalau memang sudah punya plan, semuanya bisa berjalan beriringan,” ujarnya.
Pajrul juga mengapresiasi dukungan dari pihak akademik Fakultas Kesehatan Masyarakat Unhas yang, menurutnya, sangat suportif terhadap mahasiswa yang aktif di organisasi.
“Dosen-dosen di FKM sangat terbuka dan mendukung. Selama ini kegiatan kelembagaan selalu didukung penuh oleh pihak fakultas. Jadi tidak ada istilah organisasi ditentang oleh akademik, justru sebaliknya,” tambahnya.
Ketika ditanya tentang dampak paling signifikan dalam kehidupan akademik akibat keterlibatan dalam organisasi, Pajrul menekankan pentingnya soft skill seperti kemampuan manajemen konflik dan hubungan interpersonal dengan dosen.
“Relasi dengan dosen jadi lebih terbentuk, manajemen waktu jadi terlatih, bahkan kemampuan menyelesaikan konflik sangat terasa manfaatnya dalam penyelesaian studi. Menurut saya, itu privilege yang tidak semua orang dapatkan,” pungkasnya.
Melalui kisah Pajrul, tergambar bahwa dilema organisasi dan akademik bukanlah penghalang, tetapi ruang belajar yang nyata bagi mahasiswa. Kuncinya terletak pada perencanaan, prioritas, dan keberanian mengambil tanggung jawab. (*)
(Rahma Humairah / Unhas.TV)