Nasional

Perbedaan Awal Idul Fitri, Fenomena Unik yang hanya Terjadi di Indonesia

MAKASSAR, UNHAS.TV – Setiap tahun, umat Islam di Indonesia kerap menghadapi perbedaan 1 Syawal dalam penentuan Idul Fitri. Fenomena ini tergolong unik karena di banyak negara lain, penentuan 1 Syawal biasanya mengikuti otoritas keagamaan tunggal.

Namun, di Indonesia, perbedaan metode penghitungan—antara rukyatul hilal (melihat bulan) dan hisab (perhitungan astronomi)—sering kali menghasilkan perbedaan waktu perayaan Idul Fitri.

Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Sulawesi Selatan, Prof Dr KH Najmuddin Abd Safa Lc MA menjelaskan bahwa perbedaan ini berakar pada interpretasi dalil agama masing-masing.

“Sejak zaman Nabi, hilal menjadi dasar penentuan awal bulan. Ada tiga hadis yang menegaskan kewajiban melihat bulan,” ujar Prof KH Najmuddin kepada Unhas.TV.

Namun, kemajuan ilmu astronomi memungkinkan manusia menghitung posisi hilal dengan akurat, meskipun metode rukyat masih dipertahankan.

Metode hisab yang digunakan oleh ormas Muhammadiyah cenderung lebih modern dan berbasis perhitungan matematis yang presisi.

Sementara itu, Nahdlatul Ulama (NU) dan pemerintah melalui Kementerian Agama mengombinasikan metode rukyat dan hisab dalam sidang isbat.

Akibatnya, dari kedua metode tersebut sering kali terjadi perbedaan, terutama jika posisi hilal berada dalam ambang batas yang diperdebatkan.

Menurut data Kementerian Agama, Indonesia memiliki 109 titik rukyat resmi yang tersebar di berbagai daerah. Namun, faktor cuaca sering kali menjadi kendala dalam melihat hilal.

Contohnya, pada beberapa tahun terakhir, hilal tidak terlihat di sebagian besar wilayah Indonesia karena mendung, sementara di daerah tertentu seperti Aceh atau Nusa Tenggara Barat, hilal dapat disaksikan dengan jelas.


Pentingnya Sikap Toleran

>> Baca Selanjutnya