UNHAS.TV - Di tengah hiruk-pikuk kehidupan mahasiswa teknik yang lekat dengan tugas menumpuk dan begadang, Muhammad Asri Ardila tampil sebagai sosok yang berbeda.
Mahasiswa Teknik Arsitektur Universitas Hasanuddin (Unhas) ini tak hanya sibuk menggambar dan merancang bangunan, tetapi juga aktif mengukir prestasi di luar kampus.
Kini, ia menjabat sebagai Duta Maritim Indonesia, sebuah posisi yang membawa namanya melampaui batas kampus.
Bagi Asri, arsitektur bukan sekadar soal estetika bangunan. Ia melihatnya sebagai seni membangun peradaban. Sementara di sisi lain, kiprahnya sebagai duta maritim membawanya lebih dekat dengan laut, mengajarkannya arti kedisiplinan, kebangsaan, dan tanggung jawab.
Sejak kecil, Asri sudah akrab dengan kertas dan pensil. Bukan sekadar corat-coret tanpa arah, melainkan sketsa rumah-rumah yang kelak mengantarnya ke dunia arsitektur.
"Dulu saya hanya menggambar rumah sederhana, tanpa tahu bahwa suatu hari ini akan menjadi jalan hidup saya," kenangnya.
Namun, perjalanan ke dunia arsitektur tidak datang tanpa lika-liku. Saat mendaftar SBMPTN, pilihan pertamanya justru jatuh pada Fakultas Kedokteran di Kendari. "Saya mengikuti saran keluarga, tetapi hati kecil saya tetap condong ke arsitektur," katanya.
Takdir kemudian berbicara: Asri diterima di Teknik Arsitektur Unhas, pilihan keduanya. Alih-alih kecewa, ia justru melihat ini sebagai kesempatan. "Mungkin ini memang jalan saya," ujarnya.
Jika ada stereotip tentang mahasiswa arsitektur, Asri bisa membenarkannya: tugas menumpuk, jam tidur yang berantakan, dan biaya kuliah yang tidak murah. "Saya sudah siap menghadapi begadang dan pengeluaran ekstra sejak awal," katanya.
Namun, satu hal yang ingin ia luruskan: menjadi mahasiswa arsitektur tidak berarti harus jago menggambar sejak awal. "Banyak yang mengira kami harus punya kemampuan menggambar tingkat dewa. Padahal, di kampus kami diajarkan dari nol, mulai dari teknik dasar hingga digital drawing," jelasnya.
Meski begitu, akademik bukan satu-satunya fokusnya. Di luar tugas yang menuntut presisi, Asri tetap aktif berkegiatan. Baginya, dunia kampus bukan hanya soal IPK, tetapi juga pengalaman dan jaringan yang luas.
Mengabdi untuk Maritim Indonesia
Di luar studio gambar dan meja desain, Asri memiliki sisi lain yang tak kalah menarik: laut. Kecintaannya terhadap dunia maritim bukan datang tiba-tiba. Ia menghabiskan masa SMA di SMA Hang Tuah Makassar, sebuah sekolah di bawah naungan TNI Angkatan Laut. "Sejak SMA saya sudah terbiasa dengan lingkungan yang disiplin dan semi-militer," ungkapnya.
Dari sanalah ia kemudian terpilih menjadi Duta Maritim Indonesia, sebuah peran yang membawanya lebih jauh mengenal sektor kelautan, mulai dari potensi wisata bahari hingga peran strategis Indonesia sebagai negara maritim. Namun, tugasnya tak hanya sebatas promosi wisata.
Sebagai duta, ia juga menjadi bagian dari komponen cadangan TNI Angkatan Laut, siap jika suatu saat negara membutuhkannya.
Pengalaman paling berkesan? "Saat mengikuti seleksi nasional di Jakarta," katanya. Selama pelatihan, ia ditempa dalam berbagai aspek, mulai dari disiplin, fisik, hingga kepemimpinan. "Latihannya semi-militer, tapi justru itu yang membuat saya lebih kuat secara mental," tambahnya.
Antara Rancangan Bangunan dan Lapangan Bulu Tangkis
Selain berkutat dengan sketsa dan promosi maritim, Asri juga punya satu passion lain: bulu tangkis. Ia bergabung dengan UKM Bulu Tangkis Unhas, bahkan kini menjabat sebagai Koordinator Departemen Kepelatihan.
Kecintaannya pada olahraga ini sudah dimulai sejak kelas 3 SD. Namun, tantangan muncul ketika harus membagi waktu antara kuliah teknik yang padat dengan latihan rutin.
Kampus tekniknya berada di Gowa, sedangkan UKM tempatnya berlatih ada di Tamalanrea. "Saya harus jalan kaki sekitar 45 menit untuk sampai ke lokasi latihan," ujarnya. Tapi semua itu ia jalani dengan penuh semangat.
Dengan segudang aktivitas, bagaimana Asri menjaga prestasi akademiknya tetap gemilang?
Ternyata, kuncinya ada pada manajemen waktu. "Saya selalu menempatkan kuliah sebagai prioritas utama," tegasnya. Untuk memastikan semua kegiatannya berjalan lancar, ia memanfaatkan Google Calendar.
"Setiap jadwal saya catat di sana, jadi saya tahu apa yang harus dilakukan setiap hari," katanya.
Bahkan, menjelang akhir semester, ia punya strategi khusus. "Dua minggu terakhir saya benar-benar vakum dari kegiatan lain, fokus menyelesaikan tugas," ungkapnya. Dengan cara itu, ia berhasil mempertahankan IPK 3,91—angka yang cukup mencengangkan untuk mahasiswa dengan jadwal sepadat dirinya.
Menatap Masa Depan
Dengan segala pencapaiannya, apa rencana Asri ke depan? Ia ingin melanjutkan studi ke jenjang profesi dan bercita-cita bekerja di BUMN sebagai arsitek profesional. "Saya ingin berkontribusi dalam pembangunan Indonesia," katanya mantap.
Namun, lebih dari itu, ia ingin terus menginspirasi mahasiswa lain agar tak ragu terlibat dalam berbagai kegiatan. "Jangan hanya terkungkung dalam tugas dan kuliah. Keluar, cari pengalaman, dan bangun jaringan," pesannya.
Muhammad Asri Ardila membuktikan bahwa menjadi mahasiswa teknik bukan berarti harus tenggelam dalam tugas. Dengan manajemen waktu yang baik, ia bisa menjalani berbagai peran: sebagai mahasiswa berprestasi, atlet bulu tangkis, dan duta maritim.
Bagi Asri, hidup di kampus bukan sekadar soal nilai, tetapi juga bagaimana seseorang bisa berkembang dan memberi dampak bagi sekitar. "Kesuksesan tidak datang dalam semalam. Semua butuh proses, kerja keras, dan konsistensi," pungkasnya.
Dari seorang bocah yang gemar menggambar rumah, hingga kini menjadi sosok yang membangun mimpi, kisah Asri adalah bukti bahwa siapa pun bisa menjadi arsitek masa depan—dalam arti yang sesungguhnya.