Dalam cuplikan video singkat tersebut, petani yang sedang berada di tengah sawah itu menyindir orang orang yang berharap harga beras turun.
Ia menyoroti bahwa seringkali mereka tidak mendapat pengakuan sebanding dengan gaji Pegawai Negeri Sipil (PNS) dan Upah Minimum Regional (UMR) setiap tahunnya.
Ia juga mengatakan bahwa para petani tak pernah ribut jika gaji PNS dan UMR naik. Sementara ketika harga gabah yang naik sampai 9 ribu rupiah dan beras seharga 17 ribu rupiah orang-orang tersebut malah mengadu ke presiden.
Bukan tanpa alasan, petani tersebut meminta harga beras tidak diturunkan karena harga pupuk yang mahal.
Adapun tanggapan Dosen Fakultas Pertanian Unhas, Dr. Muhammad Fuad Anshori, Sp., M,Si dalam wawancara bersama Unhas TV, menilai apa yang dilakukan petani tersebut adalah hal yang wajar.
Menurut Fuad Anshori, permintaan petani terjadi karena harga pupuk yang mahal sehingga para petani layak jika mendapatkan harga beras naik sesuai dengan modal yang mereka keluarkan.
”Menurut saya adalah hal yang wajar, karena selama ini pupuk itu mahal, memiliki usaha bertani memiliki relatif nilai yang cukup tinggi dibandingkan dengan negara lainnya. Sebenarnya ini peran bulog, bulog ini memiliki peran sentral,” jelasnya
Lebih lanjut, ia mengatakan harga pupuk yang tinggi biasanya disebabkan karena produksi dalam negeri yang hanya mampu menghasilkan 3,5 juta ton. Sementara kebutuhan Indonesia mencapai sekitar 13,5 juta ton.
Oleh karena itu, hal tersebut memaksa untuk melakukan impor sekitar 6,9 juta ton. Inilah sebabnya mengapa harga pupuk dipatok tinggi.
Selain itu, dampak dari konflik antara Rusia dan Ukraina menyebabkan keterbatasan pasokan pupuk karena negara tersebut merupakan produsen utama.
>> Baca selengkapnya
>> Baca Selanjutnya