Program
Unhas Figure

Prof. Amiruddin: Sang Pattingalloang di Abad Modern




Amiruddin juga mengguncang sistem akademik. Sistem Kredit Semester (SKS) mulai diterapkan agar lebih fleksibel. Perpeloncoan dihapus, diganti dengan Pekan Orientasi Mahasiswa (POSMA) yang lebih edukatif. Ia menggagas Kuliah Kerja Nyata (KKN), mengirim mahasiswa ke pelosok agar mereka belajar langsung dari masyarakat.

BACA: Saat Adi Maulana Menafsir Bumi

"Ilmu yang terkurung di kampus adalah ilmu yang mandul," begitu katanya.

Kini, kampus Tamalanrea berdiri megah, menjadi salah satu pusat pendidikan terbaik di Indonesia Timur. Sebuah warisan yang tetap hidup.

Ilmu yang Menjadi Kebijakan

Ketika ia menjadi Gubernur Sulawesi Selatan (1983–1993), pertanyaannya tetap sama: bagaimana ilmu bisa mengubah hidup rakyat?

Ia melihat bagaimana petani dan nelayan hanya menjual hasil mentah. Gabah dilepas begitu saja, ikan segar dijual tanpa diolah. Mereka bekerja keras, tetapi tetap berada di lapisan paling bawah rantai ekonomi.

Harus ada cara agar mereka mendapatkan lebih dari hasil jerih payahnya.

Dari situlah lahir konsep Petik-Olah-Jual.

Petani tak boleh hanya memanen (petik), tetapi harus mengolah hasil panennya menjadi sesuatu yang bernilai lebih tinggi (olah), lalu menjualnya dengan harga yang lebih baik (jual). Dengan cara ini, mereka bukan lagi sekadar produsen, tetapi bagian dari rantai industri.

Ia juga menggagas Pengwilayahan Komoditas, membagi Sulawesi Selatan berdasarkan potensi unggulan tiap daerah. Tidak semua harus menanam hal yang sama. Tiap wilayah menemukan keunggulannya sendiri, saling melengkapi dalam sistem ekonomi yang lebih sehat.

Pendekatan ini bukan sekadar teori. Ia mengumpulkan ahli pertanian, ekonomi, dan teknologi pangan, membangun pusat riset pertanian dan perikanan, menghubungkan akademisi, pemerintah, dan dunia usaha.

Seperti yang dikatakan Peter Drucker, “The best way to predict the future is to create it.” (Cara terbaik untuk meramal masa depan adalah dengan menciptakannya). Dan Amiruddin menciptakan masa depan bagi Sulawesi Selatan.

BACA: Nurhayati Rahman dalam Kesunyian La Galigo

Hasilnya terlihat. Produksi pangan meningkat, petani lebih berdaya, dan Sulawesi Selatan berkembang sebagai pusat ekonomi di Indonesia Timur.

Amiruddin bukan pemimpin yang gemar seremoni. Ia tak suka pidato panjang atau peresmian berlebihan.

"Umbul-umbul hanya buang waktu," katanya.

Ia lebih suka bekerja dalam diam, membuat keputusan di lapangan tenis atau dalam percakapan singkat. Baginya, perubahan bukan hanya soal kebijakan, tetapi soal bagaimana ide itu diterima dan dijalankan.


>> Baca Selanjutnya