Program
Unhas Figure

Prof. Amiruddin: Sang Pattingalloang di Abad Modern




Nakhoda yang Memandu Zaman

Hari itu, 22 Maret 2014, Sulawesi Selatan kehilangan salah satu putra terbaiknya.

Namun, benarkah ia telah pergi?

Murid-muridnya mengenangnya dalam buku Nakhoda dari Timur. Sebuah catatan tentang perjalanan seorang pemimpin yang tak hanya mencetak kebijakan, tetapi juga perubahan.

Seperti Pattingalloang, Amiruddin bukan sekadar pemimpin. Ia adalah jembatan antara ilmu pengetahuan dan kebijakan, antara visi dan realitas. Dari laboratorium nuklir hingga kantor gubernur, ia mengubah cara Sulawesi Selatan menatap masa depan.

Seperti yang dikatakan Benjamin Franklin, “If you would not be forgotten, as soon as you are dead and rotten, either write things worth reading, or do things worth writing.” (Jika kau tak ingin dilupakan setelah mati, tulislah sesuatu yang layak dibaca, atau lakukan sesuatu yang layak ditulis).

Amiruddin telah melakukan keduanya.

Namanya tak hanya tertulis dalam sejarah, tetapi juga di setiap mahasiswa yang belajar di kampus Tamalanrea. Di setiap petani yang kini mengolah hasil panennya sebelum menjualnya. Di setiap kebijakan yang terus berjalan dan berkembang.

Seorang pemikir besar bisa wafat, tetapi pikirannya tetap hidup. Ia terus berdenyut dalam kehidupan.


*Penulis adalah blogger, peneliti, dan digital strategist. Lulus kuliah di Unhas, UI, dan Ohio University. Kini tinggal di Bogor, Jawa Barat.