Pendidikan

Prof Firzan Nainu: Filosofi Star Trek di Penelitian Biomedik

MAKASSAR, UNHAS.TV - Universitas Hasanuddin (Unhas) kembali membuktikan kiprahnya mencetak ilmuwan-ilmuwan kelas dunia yang karyanya memiliki dampak global. 

Salah satu pencapaian terbaru Unhas adalah keberhasilan enam penelitinya masuk dalam daftar 100.000 peneliti paling berpengaruh di dunia versi Stanford University.

Salah satu dari peneliti tersebut adalah Prof Firzan Nainu SSi MBiomedSc PhD Apt, dosen Fakultas Farmasi Unhas sekaligus Ketua Perhimpunan Saintis Farmasi Indonesia (PSFI). 

Berkat karya dan kontribusinya, Prof Firzan berhasil masuk daftar World’s Most Influential Scientists atau Ilmuwan Paling Berpengaruh di Dunia pada tahun 2024. 

Bagi Firzan, pencapaian ini bukan untuk mendapatkan penghargaan, melainkan buah dari keingintahuan ilmiah. Sebagai 

Dalam wawancara, Firzan mengungkapkan bahwa sebagai peneliti, ia tidak pernah menargetkan peringkat atau penghargaan. 

"Penelitian seharusnya berawal dari keingintahuan, bukan dari keinginan mendapatkan penghargaan. Kalau kita hanya menargetkan sesuatu maka niat akan berbelok," ujarnya.

Firzan mencatat bahwa pemeringkatan semacam ini didasarkan pada beberapa indikator seperti jumlah sitasi, jumlah paper yang dipublikasikan, dan seberapa banyak karya ilmiah tersebut dirujuk oleh peneliti lain. 

Penelitian yang baik, menurutnya, adalah yang diakui komunitas ilmiah karena memberikan kontribusi nyata. 

Penelitian Firzan yang paling banyak disitasi adalah karya kolaboratifnya tentang imunologi COVID-19, di mana ia bekerja sama dengan peneliti dari berbagai negara. 

Selain itu, penelitiannya tentang lalat buah juga mencuri perhatian. Ia memulai riset tersebut saat studi doktoralnya di Jepang dan berhasil mengembangkan metode uji obat menggunakan lalat buah sebagai alternatif yang lebih murah daripada tikus laboratorium. Penelitiannya ini menarik perhatian peneliti internasional, termasuk dari Australia.

Firzan juga membahas tantangan terbesar yang dihadapi peneliti, terutama dalam dunia biomedik. "Penelitian kesehatan membutuhkan pendanaan yang besar, sementara jumlah peneliti terus bertambah, tapi pendana tidak selalu meningkat," katanya. 

Terkait hal itu, menurutnya, peneliti harus kreatif menyesuaikan diri karena terdapat persaingan pendanaan.

Dia juga menyoroti pentingnya kolaborasi antarpeneliti dan kontribusi dari mahasiswa dalam memperkuat ekosistem riset di Indonesia.

Sebagai bagian dari PAIR Research Group Unhas, Firzan memberikan kesempatan bagi mahasiswa untuk terlibat dalam penelitian secara gratis. "Ini adalah solusi win-win, mahasiswa dapat pengalaman riset, sementara kami bisa memberikan pendanaan," jelasnya.

Berbicara tentang tren penelitian masa depan, Firzan menyebut bahwa salah satu tren yang sedang populer adalah kecerdasan buatan (AI) dan pengobatan personal (personalized medicine). 

Teknologi AI mulai diterapkan dalam berbagai bidang termasuk penelitian kesehatan. Pengobatan personal menawarkan pendekatan yang lebih spesifik untuk setiap individu berdasarkan karakteristik biologis mereka, sebuah paradigma baru yang membuka jalan bagi penemuan terapi yang lebih efektif.


>> Baca Selanjutnya