Kesehatan
Unhas Sehat

Prof. Veni Hadju dan Perjuangan Melawan Stunting




Ia pun memberi apresiasi pada kemajuan zaman: makanan bayi rumahan kini bisa dipesan daring, membantu ibu yang tak sempat memasak. Tapi edukasi tetap menjadi kunci.

Salah satu hambatan terbesar dalam penanganan stunting adalah penyangkalan. Banyak orang tua tidak menerima jika anaknya tergolong stunting. “Anaknya aktif kok, masa stunting?” kata mereka.

Prof. Veni menjelaskan bahwa definisi stunting bukan soal anak tampak sakit atau sehat, tapi berdasarkan standar tinggi badan sesuai umur dari WHO. “Beda satu sentimeter saja dari standar sudah dihitung. Maka dari itu penting bawa anak ke Posyandu,” tegasnya.

Jika terdeteksi sebelum usia dua tahun, masih ada harapan mengejar pertumbuhan. Tapi setelah lewat, yang bisa dilakukan hanyalah memaksimalkan potensi yang tersisa.

Ilmu Pengetahuan di Barisan Terdepan

Sebagai akademisi, Prof. Veni tak tinggal diam. Ia aktif meneliti solusi lokal yang mudah diterapkan masyarakat. “Kami mendampingi daerah-daerah rentan, membangun field laboratory di Takalar, dan bekerja sama dengan pemerintah,” ujarnya.

Unhas, katanya, juga menjadi bagian dari tim nasional percepatan penurunan stunting. Data, riset, dan model intervensi dari kampus disumbangkan untuk dijadikan kebijakan publik. “Kita tidak bisa menunggu perubahan dari atas. Kita harus mulai dari pengetahuan,” katanya.

Di akhir percakapan, Prof. Veni mengulang satu pesan penting yang selalu ia tekankan di mana-mana:

“Kalau kita gagal di 1000 hari pertama, kita membiarkan masa depan anak terhambat sejak dalam rahim. Maka, perhatikan gizi ibu hamil, maksimalkan ASI, dan beri anak makanan bergizi seimbang. Dengan begitu, generasi kita bukan hanya sehat—tapi juga cerdas dan siap bersaing.”

Ia menatap kamera. Tenang. Penuh keyakinan. Mungkin tidak semua ibu menyimak pesan itu hari ini. Tapi jika satu saja yang tergerak, masa depan bisa berubah.