GORESAN DUKA
“Mantra Sumatera untuk Nusantara ”
Muliadi Saleh*
Di tanah Sumatera yang bergetar,
sunyiku memanjang seperti bayangan senja
yang kehilangan tempat pulang.
Angin membawa kabar retakan,
rumah-rumah rebah seperti tubuh yang letih,
dan suara ibu memanggil anaknya
mengapung di udara,
menembus langit yang sedang belajar tabah.
Di antara puing dan debu yang mengetuk dada,
ada air mata yang tak ingin jatuh
karena ia tahu:
sekali mengalir,
ia akan membawa seluruh kesedihan dunia.
Di balik luka dan duka yang yang terbuka menganga,
ada tangan-tangan kecil saling mencari,
membawa hangat, mencari tubuh yang masih tersisa untuk dipeluk.
Dendam menjadi genggam
Ratapan jadi harapan
Sesak mendesak nurani untuk berani mengulur tangan.
Dipaksa lahir dari rahim dan air mata kesedihan.
Bencana bukan hanya perpisahan dan kehilangan,
tetapi pertemuan jiwa manusia—
yang tiba-tiba ingat
bahwa kita ini rapuh,
dan justru di situ
Tuhan memanggil kita kembali
ke ruang-ruang empati yang lama kita lupakan.
Dimana ada duka dan lelah tersungkur,
di situ Tuhan membentangkan tangan-Nya.
Maka biarlah duka dan lelah Sumatera menjadi doa,
menjadi titian bagi yang pergi,
dan menjadi cahaya bagi yang tinggal.
Bangkit perlahan dan pasti.
Dan ketika malam akhirnya turun
di atas tanah yang berubah bentuk,
kita tahu:
meski bumi retak,
cinta manusia tetap mencari celah dan menemukan lorong harapan
untuk tumbuh kembali.
______________
Di Derasnya Hujan Makassar 05 Desember 2025
.
*Penulis adalah Esais Reflektif dan Direktur Eksekutif Lembaga SPASIAL

-300x200.webp)





-300x240.webp)
