Internasional

Rahasia di Balik Perang Udara di Langit Kashmir

Langit Kashmir siang itu bukan sekadar hamparan biru yang tenang. Ia mendadak berubah menjadi teater pertempuran, tempat dua kekuatan udara Asia saling beradu kecepatan, kecerdasan, dan teknologi.

Di ketinggian 15.000 kaki, dua siluet logam saling mendekat dengan raungan mesin yang memekakkan. Jet tempur J-10CE milik Angkatan Udara Pakistan memburu formasi jet Rafale India yang mencoba bertahan.

Dalam sekejap, radar aktif AESA mengunci target, dan rudal PL-15 meluncur — sunyi, mematikan, melesat tanpa ampun. Ledakan terdengar beberapa detik kemudian. Satu per satu pesawat India jatuh, api membelah langit.

Ini bukan latihan. Ini bukan simulasi. Ini perang sungguhan. Dan hasilnya: Pakistan menang telak.

Pemerintah Pakistan bahkan mengklaim telah menembak jatuh lima jet tempur India dalam insiden tersebut — tiga jet Rafale buatan Prancis, satu MiG-29 Fulcrum, dan satu Su-30MKI Flanker-H buatan Rusia.

Yang paling mengejutkan, tiga jet Rafale yang dianggap sebagai tulang punggung kekuatan udara India, dijatuhkan langsung oleh unit J-10CE, memperkuat keyakinan bahwa sistem persenjataan China kini bukan hanya kompetitif, tapi juga mematikan. Padahal pesawat China jauh lebih murah dari Rafale.

Tak butuh waktu lama bagi dunia untuk bereaksi. Dalam hitungan jam, pasar saham bergerak. Saham Dassault Aviation, perusahaan Prancis pembuat Rafale, anjlok lebih dari 3 persen.

Sementara Aviation Industry Corporation of China (AVIC) — pembuat J-10CE — meroket hingga 5 persen. Tapi yang terguncang bukan hanya angka. Yang berubah adalah peta kekuatan militer dunia.

Selama ini, banyak yang mencibir senjata buatan China. Dianggap hanya tiruan, bukan tandingan teknologi Barat. Tapi rudal PL-15 membungkam semuanya. Rudal ini punya jangkauan lebih dari 200 km, mampu menyerang sebelum musuh menyadari kehadiran penyerangnya.

Dalam dunia pertempuran udara, siapa yang melihat dan menembak lebih dulu, ialah yang menang. Pakistan memegang kunci itu.

India mencoba menandingi dengan rudal Meteor buatan Eropa. Di atas kertas, Meteor bahkan bisa lebih unggul. Tapi teori tak bisa menyelamatkan jet Rafale di langit Kashmir. Menurut Prof. Zhang Lei, pakar sistem senjata dari China, "Meteor adalah pedang tajam. Sayangnya, India menggenggamnya dengan sarung tangan dari tiga negara berbeda."

Sistem yang Bicara dalam Satu Bahasa

Pakistan menunjukkan bahwa sistem persenjataan yang saling mendukung lebih penting daripada senjata paling mahal sekalipun. Jet J-10CE, JF-17, radar, datalink, dan drone mereka semua berasal dari atau terhubung dalam sistem yang dibangun dalam satu ekosistem: teknologi China.

Tak ada waktu terbuang untuk sinkronisasi. Semua unit tahu apa yang harus dilakukan, dalam bahasa yang sama, dalam waktu yang nyaris bersamaan.

Bandingkan dengan India. Rafale buatan Prancis terpaksa bersinergi dengan jet Su-30MKI dari Rusia, rudal Soviet lama, radar Israel, dan sistem komunikasi Amerika. Ini bukan orkestra. Ini karaoke dengan lima bahasa.

Rakesh Menon, peneliti di Center for Asian Strategic Studies India, menyindir, "India punya teknologi dari lima negara, tapi tak satu pun bisa bicara dengan lancar satu sama lain. Dalam perang, ini bukan kekayaan. Ini cacat."

Di balik kemenangan teknis itu, ada faktor yang lebih dalam: kepercayaan strategis antara Pakistan dan China. Hubungan mereka bukan sekadar jual beli. Mereka merancang bersama, melatih bersama, mengintegrasikan semua sistem — bahkan yang berasal dari luar ekosistem mereka, seperti drone Turki.

China bukan hanya pemasok. Ia adalah arsitek sistem pertahanan Pakistan.

Sebaliknya, India bergerak zig-zag dalam diplomasi persenjataannya. Rusia, Israel, Prancis, Amerika — semuanya dijajaki, tapi tak satu pun dijadikan mitra utama. Hasilnya adalah sistem pertahanan yang retak, dibangun di atas kepingan teknologi yang tak utuh.

Liu Hanfeng, analis dari Shanghai Institute of International Relations, menegaskan: "Pakistan dan China membangun arsitektur kepercayaan. India hanya membangun rak-rak teknologi."

Langit Kashmir, Dunia yang Bergeser

Langit Kashmir menjadi bukti pertama dari perubahan besar dalam keseimbangan militer global. Selama bertahun-tahun, teknologi militer China dipandang dengan campuran rasa kagum dan skeptisisme.

Ia membangun drone yang menyerupai MQ-9 Reaper milik Amerika Serikat, menciptakan jet tempur siluman yang mirip F-22, dan memproduksi rudal hipersonik yang mengguncang laporan intelijen Barat. Namun semua itu belum pernah benar-benar diuji dalam pertempuran nyata.

Langit Kashmir mengubah semuanya. 


>> Baca Selanjutnya