
Untuk pertama kalinya, senjata buatan China tidak hanya dipamerkan di ajang pertahanan internasional atau diuji di gurun Gobi, tetapi benar-benar digunakan dalam konflik terbuka — dan menang telak. Jet J-10CE dan rudal PL-15 tidak sekadar berfungsi; mereka menumbangkan jet Rafale — ikon industri kedirgantaraan Eropa — dalam situasi nyata, melawan angkatan udara dari negara besar seperti India.
Ini adalah momen Sputnik baru dalam konteks Asia: ketika satu demonstrasi kekuatan menggeser persepsi global. Sama seperti saat Uni Soviet meluncurkan satelit pertama dan membuat Amerika Serikat menggigil di tengah Perang Dingin, kemenangan Pakistan dengan sistem China membuat pusat gravitasi militer perlahan berpindah dari Barat ke Timur.
"Hari itu, senjata buatan China berhenti menjadi alternatif murah," ujar Dr. Julian Kerr, pengamat strategis dari London Defence Review. "Ia berubah menjadi referensi utama bagi negara-negara berkembang yang ingin kuat tanpa bergantung pada NATO atau Washington."
Lebih penting lagi, kemenangan ini datang bukan dari kekuatan ekonomi, bukan dari tekanan diplomatik, melainkan dari teknologi yang diuji, dan terbukti unggul, di titik paling brutal dari semua uji coba: medan pertempuran.
Dunia mencatat, pasar bereaksi, dan lembaga pertahanan dari Asia Tenggara hingga Afrika kini mulai menghitung ulang siapa yang benar-benar siap menyuplai sistem tempur masa depan.
"Bagi pasar global, kemenangan Pakistan adalah lonceng kebangkitan industri senjata China," simpul Edward Bain, analis industri pertahanan di London. "Bagi para jenderal, ini sinyal bahwa mereka harus mulai mempelajari karakteristik senjata China, bukan mengabaikannya."