News

Reuni Mengharukan: Setelah 50 Tahun, Dia Kembali ke Selayar



Pekerja sosial mengantarnya dari rumah sakit ke RPTC. Setiap hari, mereka menemaninya makan, berjalan, bahkan sekadar duduk di bawah matahari. Sedikit demi sedikit, tubuhnya pulih.

Ia kembali bisa berjalan, berbicara, dan—yang paling penting—percaya bahwa hidup ini masih mungkin memberinya keajaiban.

Ketika rencana perawatan lanjutan di Pare-Pare muncul, Mumu menangis. “Saya tidak mau jauh. Tolong carikan kerjaan… saya masih ingin ke Selayar.”

Kalimat itu seperti cambuk. Pekerja sosial pun duduk bersamanya malam itu. Meminta Mumu mengingat kembali isi secarik kertas yang hilang. Dan dengan mata yang menerawang, ia mengucap nama-nama yang selama ini ia simpan dalam hati: nama orang tuanya, nama jalan kecil di kampung, nama panggilan kakaknya.

Informasi itu dikirim ke WAG Kerukunan Keluarga Selayar. Tak sampai sejam, telepon masuk. Seorang lelaki muda mengaku sebagai keponakan.

“Tante Mumu? Kami mencari dia sejak kecil…”

Esoknya, dua keponakan datang menjemput. Mereka tak pernah melihat wajah Mumu, tapi mereka membawa cinta yang diwariskan oleh orang tua mereka—yang tak pernah berhenti menceritakan adik yang hilang sejak kecil.

***

Perjalanan menuju Selayar seperti perjalanan pulang ke dunia yang nyaris hilang. Di rumah kayu itu, kakaknya—Bu Denda—menunggu dengan tubuh bergetar. Dan saat pintu dibuka, pelukan itu terjadi. Pelukan yang menyatukan masa lalu, luka, dan harapan.

Selayar bersaksi pada sebuah keajaiban: reuni yang tertunda lima dekade. Dua saudara akhirnya kembali dalam satu pelukan.

Selamat berkumpul kembali, Ibu Mumu. Semoga dekapan keluarga ini menjadi rumah paling hangat dalam sisa usiamu.

*Penulis adalah alumni Fisip Unhas, Bekerja di Dinas Sosial, Makassar