Internasional

Rezim Biden Setujui Bantuan Militer Senilai 8 Miliar Dolar untuk Israel

AS Tetap Setia Dukung Israel,

MAKASSAR, UNHAS.TV- Rezim  Joe Biden secara informal, menurut laporan Reuters (3/1), telah memberi tahu Kongres Amerika Serikat tentang proposal kesepakatan bantuan militer senilai 8 miliar dolar kepada Israel. Kesepakatan ini mencakup rudal udara-ke-udara, peluru artileri, amunisi helikopter serang, dan bom kecil.  

Sumber yang mengetahui informasi ini menyatakan bahwa sebagian besar bantuan dapat diambil dari cadangan militer AS saat ini, tetapi pengiriman penuh akan memakan waktu lebih dari satu tahun. Kesepakatan ini kemungkinan akan menjadi kesepakatan terakhir yang disetujui oleh pemerintahan Biden.

Paket senjata ini, yang masih membutuhkan persetujuan dari Komite Hubungan Luar Negeri DPR dan Senat, mencakup rudal AIM-120C-8 AMRAAM untuk menghadapi ancaman udara seperti drone, peluru artileri 155 mm, rudal AGM-114 Hellfire untuk helikopter serang, bom kecil, perangkat JDAM yang mengubah bom konvensional menjadi senjata presisi, hulu ledak seberat 500 pon, dan pemicu bom.

Pada akhir musim semi 2024, Amerika Serikat sempat menunda pengiriman bom seberat 500 pon ke Israel, tetapi akhirnya bom-bom tersebut dikirimkan. Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu mengkritik kebijakan tersebut pada November lalu, dengan menyebut bahwa keterlambatan ini akan segera berakhir, merujuk pada kemungkinan kembalinya Donald Trump ke kekuasaan.

Reuters melaporkan bahwa Departemen Luar Negeri AS memberi tahu Kongres bahwa kesepakatan ini dimaksudkan untuk “mendukung keamanan jangka panjang Israel melalui pengisian ulang cadangan amunisi penting dan kemampuan pertahanan udara.”

Seorang pejabat AS mengatakan, “Presiden Biden dengan tegas menyatakan bahwa Israel memiliki hak untuk membela warganya dan mencegah agresi dari Iran serta kelompok-kelompok proksinya, sesuai dengan hukum internasional dan hak asasi manusia. Kami juga akan menyediakan kebutuhan yang diperlukan untuk mendukung pertahanan Israel.”

Pejabat lainnya mengonfirmasi kepada Reuters, tetapi Departemen Luar Negeri AS menolak berkomentar. Sementara itu, kelompok-kelompok anti-Israel selama berbulan-bulan menyerukan embargo senjata terhadap Israel, meskipun kebijakan Amerika terhadap Israel tetap konsisten.

 

Pada Agustus 2024, Amerika Serikat menyetujui penjualan jet tempur dan peralatan militer lainnya senilai 20 miliar dolar kepada Israel, dan pada November 2023, penjualan senjata senilai 680 juta dolar juga disetujui.

Di sisi lain, Kementerian Pertahanan Israel mengungkapkan bahwa sejak Agustus, Amerika Serikat telah mengirim lebih dari 50 ribu ton senjata dan peralatan militer ke Israel. Rezim Biden menyatakan bahwa bantuan ini bertujuan melawan kelompok-kelompok teroris yang didukung Iran, seperti Hamas di Gaza, Hizbullah di Lebanon, dan Houthi di Yaman.

Rudal balistik Houthi pada bulan lalu memaksa jutaan warga Israel untuk beberapa kali berlindung di bunker. Di Gaza, konflik di wilayah utara masih berlangsung. Hamas juga menunjukkan bahwa mereka tetap mampu menembakkan roket ke Israel meskipun perang telah berlangsung hampir 15 bulan. Di Lebanon, gencatan senjata yang rapuh masih berlaku, sementara militer Israel terus menemukan infrastruktur Hizbullah di wilayah selatan negara tersebut.

Serangan terhadap Israel di seluruh Timur Tengah, yang digambarkan sebagai “perang di tujuh front”, dimulai dengan serangan Hamas pada 7 Oktober 2023. Dalam serangan itu, pejuang Hamas masuk ke wilayah Israel, menewaskan sekitar 1.200 orang, baik militer maupun sipil, dan menculik 251 orang.

Kementerian Kesehatan Gaza, yang dikelola Hamas, mengklaim bahwa lebih dari 45 ribu orang tewas atau hilang di wilayah tersebut. Namun, angka ini tidak dapat diverifikasi dan tidak membedakan antara warga sipil dan militer. Israel menyatakan telah menewaskan sekitar 18 ribu anggota Hamas dalam pertempuran di Gaza hingga November dan membunuh sekitar seribu pejuang militan Hamas di wilayah Israel pada 7 Oktober.

Israel selalu beretorika bahwa pihaknya berusaha meminimalkan korban sipil, sebaliknya menuduh Hamas menggunakan warga sipil Gaza sebagai tameng manusia dan menjadikan fasilitas sipil, seperti rumah, rumah sakit, sekolah, dan masjid, sebagai basis operasional mereka.



Krisis kemanusiaan di Gaza mengancam kehidupan ribuan penduduk. (Foto:NourNews)
Krisis kemanusiaan di Gaza mengancam kehidupan ribuan penduduk. (Foto:NourNews)


Krisis Kemanusiaan di Gaza

Meski begitu, semua orang tahu bahwa krisis kemanusiaan di Gaza terus memburuk, dengan banyak pengungsi tinggal di tenda-tenda. Pejabat Israel menyatakan telah mengirim ribuan truk berisi makanan, air, peralatan medis, dan kebutuhan tempat tinggal ke Gaza, tetapi banyak dari bantuan ini diduga dirampas oleh Hamas dan kelompok bersenjata lainnya. Sebaliknya, organisasi bantuan internasional menuduh bahwa militer Israel menghalangi pengiriman bantuan yang mana semakin memperburuk kondisi di Gaza.

Hal ini diperkuat oleh laporan ISNA bahwa Kantor Informasi Pemerintah Palestina mengumumkan, beberapa hari lalu, bahwa rezim Israel telah menyebabkan krisis kemanusiaan yang sangat tragis, yang mengancam nyawa ribuan pengungsi.

Kantor Informasi Pemerintah Palestina menyatakan bahwa rezim Israel telah memicu krisis kemanusiaan besar yang membahayakan nyawa ribuan pengungsi. Hal ini terjadi bersamaan dengan gelombang udara dingin ekstrem, di mana 110 ribu tenda telah usang dan rusak, sehingga kebutuhan dasar para pengungsi harus segera dipenuhi.

Dalam pernyataan resminya, Kantor Informasi Pemerintah Palestina menegaskan bahwa rezim Israel kembali menciptakan krisis kemanusiaan baru yang memprihatinkan. Dengan kondisi 81% tenda yang rusak di tengah musim dingin dan gelombang udara dingin ekstrem, ribuan pengungsi kini hidup dalam situasi sulit. Selama beberapa hari terakhir, lima orang telah kehilangan nyawa akibat cuaca dingin yang ekstrem serta penghancuran rumah-rumah dan kawasan pemukiman oleh rezim Zionis.

Pernyataan tersebut juga menyebutkan bahwa 2 juta pengungsi Palestina telah hidup selama lebih dari satu tahun di tenda-tenda berbahan kain, yang kini sudah tidak layak pakai akibat usia dan kondisi cuaca. Dari total 135 ribu tenda, 110 ribu di antaranya—sekitar 81%—telah benar-benar usang dan tidak dapat digunakan lagi.

Lebih lanjut, pernyataan itu menegaskan bahwa situasi kemanusiaan yang tragis ini merupakan dampak langsung dari kejahatan genosida yang dilakukan oleh militer Zionis Israel, yang telah menghancurkan ratusan ribu rumah secara total dan memaksa para penghuninya untuk mengungsi dan hidup di tenda-tenda yang tidak menyediakan kondisi dasar kehidupan yang layak.

Kantor Informasi Pemerintah Palestina juga menekankan bahwa krisis kemanusiaan yang parah ini berlangsung di depan mata komunitas internasional, organisasi global, dan badan-badan PBB, namun tidak ada tindakan nyata yang diambil untuk menghadapi krisis serius ini yang mengancam nyawa para pengungsi dan warga sipil.

Kantor tersebut menempatkan rezim Zionis Israel, pemerintah Amerika Serikat, serta pemerintah pendukung rezim tersebut, seperti Inggris, Jerman, dan Prancis, sebagai pihak yang sepenuhnya bertanggung jawab atas memburuknya kondisi kemanusiaan di Jalur Gaza. Kantor itu juga meminta komunitas internasional untuk segera mengambil langkah konkret guna menghentikan kejahatan genosida dan agresi yang dilakukan oleh rezim Israel, serta menjamin bantuan yang diperlukan bagi para korban perang, terutama penyediaan tempat tinggal yang layak.

Selain itu, Kantor Informasi Pemerintah Palestina di Gaza menyerukan kepada negara-negara Arab dan Islam, serta semua pihak kemanusiaan dan internasional, untuk segera bertindak menyelamatkan nyawa warga di Jalur Gaza. Mereka mendesak agar kebutuhan dasar pengungsi, termasuk tempat tinggal, makanan, dan obat-obatan, segera dipenuhi guna melindungi mereka dari cuaca dingin musim dingin dan gelombang udara ekstrem. (*)